TEKNIK-TEKNIK DASAR KONSELING

TEKNIK-TEKNIK DASAR KONSELING
A. Keterampilan Komunikasi
Teknik dasar komunikasi yang diperlukan dalam proses konseling digolongkan menjadi 15 teknik yaitu :
a. Opening
Opening (Pembukaan) merupakan teknik untuk membuka atau memulai wawancara atau hubungan konseling
Hal-hal yang harus diperhatikan :
1. Penghormatan
1.1 Penyambutan :
• Verbal
• Non Verbal
2. Pembicaraan Topik Netral
Topik netral adalah bahan pembicaraan yang sifatnya umum dan tidak menyinggung perasaan klien. Bahan topik netral antara lain : kejadian-kejadian hangat, hobi, potensi lingkungan klien dan lain-lain. Pemindahan topik netral ke permulaan konseling dibagi menjadi dua, yaitu : menggunakan kalimat jembatan ( barangkali, sepertinya, kelihatannya, nampaknya, rupa-rupanya ), mengembangkan sebagian isi topik netral.
b. Acceptence
Acceptence atau penerimaan adalah teknik yang digunakan konselor untuk menunjukkan minat dan pemahaman terhadap hal-hal yang dikemukakan klien.
Bentuk acceptence ada dua yaitu :
• Verbal
• Non verbal
c. Restatment
Restatment atau pengulangan kembali adalah teknik yang digunakan konselor untuk mengulang atau menyatakan kembali pernyataan klien yang dianggap penting. Pengulangan harus persis tidak boleh menambah atau menguranginya.Intonasi konselor harus variatif dengan memperhatikan pernyataan klien.
d. Reflektion of Feeling
Reflektion of feeling ( pemantulan perasaan ) adalah teknik yang digunakan konselor untuk memantulkan perasaan atau sikap yang terkandung dalam pernyataan klien. Respon konselor didahului kata-kata pendahuluan seperti : agaknya, sepertinya, tampaknya, kedengarannya. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : stereotip, pemilihan waktu, pemilihan perasaan dan penggunaan bahasa.
e. Reflektion of Experience
Reflektion fo experience atau memantulkan pengalaman adalah memantulkan pernyataan klien yang berbeda atau bertentangan.
f. Sharing of Experience
Sharing of experience adalah pernyataan diri konselor kepada klien dengan menggunakan kata “saya” untuk diri klien.
g. Clarification
Clarification ialah teknik yang digunakan mengungkapkan kembali isi pernyataan klien dengan menggunakan kata-kata baru dan segar. Respon konselor didahului oleh kata-kata pendahuluan misalnya : pada dasarnya, pada pokoknya, pada intinya, singkat kata, dengan kata lain, dan sebagainya.
h. Structuring
Structuring adalah teknik yang digunakan konselor untuk memberikan batas-batas agar proses konseling berjalan pada jalan yang semestinya. Jenis-jenis structuring antara lain :
• Time limit : time limit dari klien, time limit dari konselor
• Role limit ( Pembatasan Peran )
• Problem Limit ( Pembatasan Masalah )
• Action Limit ( Pembatasan Tindakan )
i. Lead
Lead adalah teknik yang digunakan konselor untuk mengarahkan pembicaraan dari satu hal ke hal lain secara langsung. Lead dibagi menjadi dua jenis, yaitu : lead umum dan lead khusus.
j. Silence
Silence adalah teknik yang digunakan konselor untuk menciptakan hening sejenak dalam proses wawancara konseling. Tujuannya adalah memberikan kesempatan kepada klien untuk istirahat atau mereorganisasi pikiran dan perasaannya atau menyusun kalimat yang akan dikemukakan selanjutnya.
k. Reassurance
Reassurance adalah teknik yang digunakan untuk memperkuat atau mendukung pernyataan positif klien agar ia menjadi lebih yakin, percaya diri, dan tabah dalam menghadapi hal-hal yang tidak menyenangkan bagi dirinya. Jenis-jenis reassurance antara lain :
• Prediction Reassurance : penguatan terhadap pernyataan atau rencana positif yang akan dilaksanakan klien.
• Posdiction Reassurance : penguatan konselor terhadap tingkah laku positif yang telah dilakukan klien dan tampak hasilnya.
l. Rejection
Rejection adalah teknik yang digunakan oleh konselor melarang klien secara tersamar maupun secara langsung untuk melanjutkan rencana yang akan membahayakan atau merugikan pihak lain maupun dirinya sendiri.
m. Advice
Advice adalah teknik yang digunakan konselor untuk memberikan nasehat atau saran kepada klien agar ia menjadi lebih jelas atau lebih pasti mengenai apa yang akan dikerjakan. Jenis advice dibagi menjadi tiga, yaitu : advice langsung , advice persuasif, advice alternatif.
n. Summary
Summary adalah teknik yang digunakan oleh konselor untuk menyimpulkan apa yang telah dikemukakan dalam proses wawancara konseling. Kesimpulan dibagi menjadi dua, yaitu : kesimpulan bagian dan kesimpulan akhir atau keseluruhan.
o. Terminition
Terminition adalah teknik yang digunakan oleh konselor untuk mengakhiri wawancara konseling, baik mengakhiri untuk dilanjutkan pada pertemuan berikutnya maupun mengakhiri karena wawancara konseling telah betul-betul selesai. Cara penggunaannya adalah berpedoman pada structuring, menggunakan summary akhir, mengingatkan klien akan tugas-tugas yang hendak dilakukan sebelum pertemuan yang akan datang, dan memberikan tugas atau PR kepada klien.

WAWANCARA DAN TEKNIK BIMBINGAN DAN KONSELING

PAPER
WAWANCARA DAN TEKNIK BIMBINGAN DAN KONSELING

Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dasar-Dasar Bimbingan Konseling

Dosen Pengampu;
Drs. Suharso, M. Pd. Kons

Disusun oleh :
Sella Dwi Fatmalasari
1301412058

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012

WAWANCARA KONSELING

A. Pengertian Wawancara
Pengertian wawancara secara umum mengandung beberapa aspek atau unsur-unsur antara lain :
1. Tanya jawab
2. Proses percakapan komunikasi lisan
3. Melibatkan dua pihak (interviewer dan interviewee)
4. Informasi

Berdasarkan unsur-unsur di atas maka dapat disimpulkan bahwa wawancara merupakan tanya jawab yang dilakukan melalui proses percakapan komunikasi lisan antara interviewer dan interviewee untuk mendapatkan suatu informasi dalam rangka membina hubungan baik di antara kedua belah pihak.
Menurut beberapa ahli, wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber data. Komunikasi tersebut dilakukan dengan dialog (tanya jawab) secara lisan, baik langsung maupun tidak langsung (I. Djumhur dan Muh.Surya, 1981:50). Wawancara juga merupakan salah satu metode untuk mendapatkan data anak atau orang tua dengan mengadakan hubungan secara langsung dengan informan/face to face relation (Bimo Walgito, 1989:63). Jadi dalam metode pengumpulan data, pengertian wawancara merupakan suatu alat yang digunakan untuk memperoleh informasi melalui proses tanya jawab secara langsung antara pewawancara dengan responden.
 Tujuan wawancara.
Ada berbagai tujuan yang dapat dicapai dalam wawancara yaitu :
1. Menciptakan hubungan baik diantara dua pihak yang terlibat ( interviewer dan interviewee). Pertemuan itu harus bebas dari segala kecemasan dan ketakutan sehingga memungkinkan subyek wawancara menyatakan sikap dan perasaan dengan bebas, tanpa mekanisme pertahanan diri yang kadang-kadang menghambat pernyataannya.
2. Meredakan ketegangan yang terdapat dalam subyek wawancara.
3. Menyediakan informasi yang dibutuhkan. Dalam wawancara kedua belah pihak akan mendapat kesempatan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkannya.
4. Mendorong ke arah pemahaman diri pada pihak subyek wawancara.
5. Mendorong ke arah penyusunan kegiatan yang konstruktif pada subyek wawancara.

 Macam Wawancara
Ada bermacam-macam jenis wawancara sesuai dengan tujuannya ataupun sifat-sifat yang lain yang ada dalam wawancara, seperti jumlah orang yang diwawancarai dan menurut peranan yang dimainkan.
1. Menurut tujuannya, wawancara dapat dibedakan menjadi :
a. The employment interview, yaitu interview yang ditujukan untuk mendapatkan gambaran sampai mana sifat-sifat yang dipunyai oleh seseorang terhadap kriteria yang diminta oleh suatu employment.
b. Informational interview, yaitu interview yang ditujukan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
c. Administrative interview, yaitu interview yang dijalankan untuk keperluan administrasi, misalnya untuk kesejahteraan organisasi, untuk mendapatkan perubahan-perubahan di dalam tindakannya ( change in behavior )
d. Counseling interview, yaitu interview yang dijalankan untuk keperluan konseling. Interview ini khas dipergunakan dalam proses konseling.

2. Menurut jumlah orang yang diinterview, wawancara dapat dibedakan menjadi :
a. Interview perorangan ( individu ), yaitu wawancara yang dilakukan secara perseorangan, yang menyangkut masalah-masalah pribadi yang dialami oleh subyek wawancara. Misalnya: wawancara antara seorang klien dengan seorang petugas bimbingan.
b. Interview kelompok, yaitu wawancara yang dilakukan secara kelompok (lebih dari satu orang), Misalnya : antara petugas bimbingan dengan seluruh siswa kelas II.
3. Menurut peranan yang dimainkan, wawancara dapat dibedakan menjadi :
a. The non directive interview, yaitu interview yang kurang terpimpin dan kurang mendasarkan atas pedoman-pedoman tertentu. Dalam interview ini, interviewee diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menyampaikan hal-hal yang terkait dengan masalah yang sedang dihadapinya. Biasanya digunakan dalam proses konseling.
b. The focused interview, yaitu interview yang ditujukan kepada orang-orang tertentu yang mempunyai hubungan dengan obyek-obyek yang diselidiki.
c. The repeated interview, yaitu interview yang berulang. Interview ini terutama digunakan untuk mencoba mengikuti perkembangan yang tertentu terutama proses sosial.

4. Berdasarkan sifatnya, wawancara dibedakan menjadi :
a. Wawancara langsung, yaitu wawancara yang dilakukan dengan seseorang untuk memperoleh keterangan mengenai orang tersebut.
b. Wawancara tidak langsung, yaitu wawancara yang dilakukan dengan seseorang untuk memperoleh keterangan mengenai orang lain.
c. Wawancara insidental, yaitu wawancara yang dilakukan sewaktu-waktu bila dianggap perlu.
d. Wawancara berencana, yaitu wawancara yang dilakukan secara berencana pada waktu yang telah ditetapkan.

 Bagian-bagian Wawancara
1. Permulaan atau Pendahuluan wawancara
Permulaan wawancara terutama ditujukan untuk mendapatkan hubungan yang baik ( dalam mengadakan kontak pertama ) antara interviewer dengan interviewee dan biasanya diisi dengan menyampaikan maksud dan tujuan dari interview itu. Peranan bagian ini penting, karena dengan mengadakan kontak yang pertama ini akan memberikan gambaran tentang jalannya interview selanjutnya.
2. Inti Interview
Pada bagian ini, maksud serta tujuan interview harus dapat dicapai . Bila maksud dari interview untuk mengumpulkan data tentang latar belakang sosial, maka pada bagian ini maksud itu harus bisa dicapai.
3. Akhir Interview
Bagian ini merupakan bagian di mana interview mulai berakhir. Interview dapat ditutup dengan mengadakan penyimpulan tentang apa yang telah dibicarakan (misalnya : dalam konseling interview). Kadang-kadang interview ditutup dengan menentukan waktu kapan interview itu akan dilanjutkan lagi, bila masih dibutuhkan mengadakan interview lagi.

 Langkah-langkah Wawancara
1. Persiapan wawancara
Yang perlu dipersiapkan sebelum memulai wawancara antara lain :
a. Menentukan tujuan.
b. Menetapkan bentuk pertanyaan ( pertanyaan bebas atau terpimpin )
c. Membuat pedoman wawancara (interviewee guide / garis besar pertanyaan)
d. Menetapkan responden yang diperkirakan sebagai sumber informasi.
e. Menetapkan jumlah responden yang akan diwawancarai
f. Menetapkan jadwal pelaksanaan wawancara
g. Menghubungi responden.
2. Pelaksanaan
a. Mengadakan seleksi terhadap pertanyaan-pertanyaan yang menjadi fokus wawancara dan sesuai dengan maksud serta tujuan wawancara
b. Mengadakan wawancara
• Memulai wawancara
1) Membina rapport (menjalin hubungan baik dengan orang yang diwawancarai)
2) Menyampaikan maksud dan tujuan wawancara
3) Mengenal dan memahami interviewee
4) Memotivasi interviewee
• Inti wawancara
Merealisasikan pencapaian maksud dan tujuan wawancara (menggunakan berbagai ketrampilan komunikasi, misalnya mendengarkan, bertanya, klarifikasi, refleksi, konfrontasi, menjelaskan, mengumpulkan, evaluasi, dsb.
3. Akhir wawancara (Penutup)
a. Menyusun laporan wawancara secara sistematis
b. Mengadakan evaluasi tentang pelaksanaan wawancara
c. Memantapkan hasil evaluasi wawancara
d.Mengadakan diskusi tentang hal-hal yang dianggap penting dari pelaksanaan wawancara
e. Menghentikan/mengakhiri wawancara

 Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Wawancara
Di dalam mencapai hasil yang baik dalam proses wawancara perlu adanya beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengadakan wawancara :
1. Orang yang akan mengadakan wawancara harus mempunyai latar belakang tentang apa yang akan ditanyakan, karena yang akan ditanyakan perlu dipersiapkan dengan sebaik-baiknya, agar wawancara dapat berlangsung dengan lancar, sistematis, dan teratur.
2. Pewawancara harus menjelaskan dengan sebaik-baiknya apa maksud serta tujuan dari wawancara tersebut.
3. Dalam wawancara harus dijaga agar selalu ada hubungan yang baik. Hubungan baik ini merupakan sumbangan yang besar di dalam jalannya atau hasil wawancara yang akan dapat dicapai.
4. Pewawancara atau pembimbing harus mempunyai sifat dapat dipercaya. Rahasia dari individu yang diwawancarai atau klien harus dapat disimpan dengan baik, sebab kalau tidak demikian, kemungkinan klien tidak akan mengutarakan sesuatu kepada wawancara dengan terbuka.
5. Pertanyaan hendaknya diajukan dengan hati-hati, teliti dan kalimatnya harus jelas.
6. Harus dijaga jangan sampai ada hal-hal yang mungkin mengganggu jalannya wawancara. Bila ada hal-hal yang sekiranya dapat mengganggu, sebaiknya hal-hal tersebut disingkirkan lebih dahulu.
7. Bahasa yang digunakan oleh pewawancara harus disesuaikan dengan kemampuan yang diwawancarai.
8. Sekalipun pertanyaan-pertanyaan telah dipersiapkan terlebih dahulu supaya sistematis, tetapi didalam memberikan pertanyaan-pertanyaan jangan sampai kaku, masing-masing pertanyaan dapat diperluas kepada hal-hal yang berhubungan dengan pertanyaan itu.

9. Pewawancara atau pembimbing harus menjaga jangan sampai ada waktu diam yang terlalu lama. Hal yang demikian akan mematikan suasana wawancara.
10. Pewawancara harus mengadakan kontrol di dalam wawancara. Kalau ada hal-hal yang bertentangan satu dengan yang lainnya perlu pewawancara mencari ketegasan.
11.Pertanyaan-pertanyaan untuk mengadakan kontrol diajukan setelah wawancara sampai kepada suatu titik tertentu. Jadi jangan sampai memotong pembicaraan, karena ini akan mengganggu jalannya wawancara.
12. Lamanya waktu wawancara sebenarnya tergantung, kepada masalahnya. Tetapi pada umumnya wawancara yang terlalu lama akan melelahkan kedua belah pihak. Oleh karena itu waktu wawancara sekitar 30 menit merupakan waktu yang cukup.
13. Di dalam wawancara hendaknya dihindari aku dari pewawancara atau pembimbing. Jangan sampai aku tersebut ditonjol-tonjolkan.
14. Individu yang sukar berbicara tidak boleh dipaksa untuk memberikan keterangan/ penjelasan dengan panjang lebar.
15. Tidak terlalu banyak membuat catatan selama wawancara berlangsung. Selalu harus minta ijin pada individu untuk membuat catatan seperlunya.
16. Menghindari pertanyaan yang sugestif, yang mendorong murid untuk memberikan jawaban yang baik dan hindarkan pertanyaan yang hanya menuntut jawaban ya atau tidak.

 Kelebihan Wawancara
a. Wawancara merupakan teknik yang paling tepat untuk mengungkapkan keadaan pribadi subyek wawancara.
b. Dapat dilaksanakan terhadap setiap individu dan tingkatan umur.
c. Wawancara selalu digunakan untuk mengumpulkan data pelengkap terhadap data yang dikumpulkan dengan teknik lain.
d. Dapat diselenggarakan serempak dengan observasi.
e. Bahasa dari pewawancara dapat disesuaikan dengan keadaan subyek wawancara.
f. Subyek wawancara berhadapan langsung dengan pewawancara, maka diharapkan dapat menimbulkan suasana persaudaraan yang baik, sehingga hal ini akan mempengaruhi hasil wawancara.
g. Isi pertanyaan dan caranya mengajukan pertanyaan dapat disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan daya tangkap sebyek wawancara. Baik pewawancara maupun subyek wawancara dapat memberikan penjelasan lebih lanjut bilamana pertanyaan atau jawaban belum jelas.
h. Tidak dibatasi oleh kemampuan dan menulis individu, artinya orang tidak dapat membaca atau menulispun dapat diajak wawancara.
i. Kerahasiaan pribadi lebih terjamin.
j. Adanya hubungan langsung sehingga tercipta suasana persaudaraan yang baik dan membawa pengaruh baik juga terhadap hasil wawancara

 Kelemahan Wawancara
a. Kalau pewawancara atau subyek wawancara mempunyai suatu prasangka yang satu kepada yang lain, hasil wawancara tidak akan memuaskan.
b. Mengadakan wawancara dengan individu satu persatu memerlukan banyak waktu dan tenaga dan mungkin juga biaya.
c. Menuntut keahlian, ketrampilan, dan penguasaan bahasa yang baik dari pewawancara.
d. Sangat tergantung kepada kesediaan, kemampuan dan keadaan sementara dari subyek wawancara, yang mungkin sangat menghambat ketelitian hasil wawancara.
e. Laju dan materi wawancara sangat dipengaruhi oleh situasi sekitar tempat wawancara.
Sekalipun ada kelemahannya, namun wawancara masih banyak sumbangannya sebagai metode untuk mendapatkan data. Bahkan dalam proses konseling, wawancara merupakan alat yang sangat pokok.

 Hal-hal yang Mempengaruhi Keberhasilan Wawancara
Berhasil tidaknya wawancara ditentukan oleh kedua belah pihak pewawancara dan subyek wawancara yaitu tergantung kepada hal-hal sebagai berikut :
1. Hubungan baik antara pewawancara ( interviewer ) dan subyek wawancara (interviewee ).
2. Ketrampilan sosial pewawancara yang meliputi :
• sikap dalam berbuat dan berbicara
• sikap tidak ingin menang sendiri
• nada dan irama berbicara
• kemampuan untuk mempergunakan dan memanipulasi kata-kata yang tepat dalam berbagai suasana dan situasi
3. Pedoman wawancara yang harus disususun bersama-sama dan alat untuk mencatat hasil wawancara itu.

TEKNIK WAWANCARA KONSELING

Berikut ini akan disajikan beberapa teknik wawancara yang diajukan oleh Darley
A. Darley mengajukan empat kaidah dalam wawancara konseling sbb:
1. Dalam wawancara seorang konselor tidak memberikan ceramah, artinya konselor terlalu banyak bicara, sehingga telah menyita hampir seluruh waktu pertemuan dengan klien. Hal ini akan menghambat klien berbicara .Klien bersifat pasif , sebagai pendengar. Konseling yang baik , kegiatan berbicara ada pada klien, sehingga konselor akan banyak melakukan kegiatan mendengarkan. Klien akan banyak memberikan keterangan-keterangan kepada konselor , terutama yang berhubungan dengan permasalahan yang dialaminya .Dengan adanya konselor sedikit berbicara akan berarti memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya kepada klien untuk mencurahkan isi hatinya.
2. Dalam berbicara konselor menggunakan kata-kata sederhana , berarti kata-kata itu dapat dicerna oleh klien , dapat dipahami dan dimengerti. Dengan demikian terjadi hubungan yang baik dan komunikasi yang lancar. Istilah-istilah sulit jangan terlalu digunakan, dipilih kata-kata yang membina keakraban dan kehangatan, sehingga klien dapat mengungkapkan apa yang ada didalam hatinya , secara tidak ragu-ragu.dari kata-kata yang sederhana menyebabkan klien menaruh rasa simpati terhadap konselor dan merasa dapat berbicara secara aman.
3. Dalam wawancara konselor harus merasa yakin bahwa informasinya diperlukan oleh klien, berarti mempunyai keyakinan bahwa dirinya diperlukan dan pertolongannya sangatlah dibutuhkan. Keyakinan itu akan menjadikan konselor mantab dalam memberikan bantuan kepada klien. Maka konseling yang efektif adalah apabila klien secara suka rela datang sendiri pada konselor untuk meminta bantuan.
4. Konselor merasakan sikap klien dalam menyelesaikan masalahnya , hal ini berarti adanya perasaan empati dari konselor-konselor memahamai diri klien, dan klien mengerti bahwa konselornya memahami dirinya.
B. J.O. Crites dalam bukunya “Career Counseling, models, Methods dan Materials mengutarakan 21 teknik untuk wawancara, yaitu :
1. Dalam membuka wawancara hendaknya dapat menyentuh rasa haru klien. Misalnya dengan jalan memberi salam, menyebut namanya (bila konselor telah mengetahui nama klien) , bertanya sesuatu .Bertanya yang baik dalam pembukaan wawancara adalah : “Apa yang dapat saya Bantu?”, sedang yang kurang baik : “ bantuan apa yang kau minta?”.

2. Menggugah klien untuk berbicara, konselor berusaha agar klien mau berbicara, sehingga kalau konselor mengadakan pertanyaan , hendaknya pertanyaan tersebut tidak hanya memungkinkan jawaban “ya” atau “tidak “ , tetapi pertanyaan hendaknya membuka kesempatan klien untuk berbicara.Diusahakan banyaknya berbicara pada klien bukan pada konselor.
3. Mengungkapkan perlakuan atau bantuan konselor sebelumnya .Hal ini penting kecuali untuk mencoba membuka pengalaman klien dalam berhubungan dengan konselor juga untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam menanggapi atau memberikan bantuan kepada klien tersebut.Saran-saran dari konselor sebelumnya akan dapat dipelajari konselor yang sekarang.

4. Hindari berbicara melebihi klien atau mendahului pembicaraan klien.Kalau mungkin konselor berbicara sesedikit mungkin , biarkan klien berbicara sebanyak-banyaknya, karena kadang-kadang dengan berbicara banyak , mengeluarkan isi hatinya , klien menjadi lega dan bahkan dapat meringankan bebannya (katarsis) Terlebih lagi jangan seorang konselor memotong pembicaraan pembicaraan klien atau mendahului apa yang akan diomongkan oleh klien (karena kebetulan sekali konselor sudah mengetahui apa yang akan diomongkan klien)
5. Menerima sikap dan perasaan klien, konselor perlu merespon sikap dan perasaan klien, konselor seakan-akan masuk kedunia klien. Misalnya dengan menyambut bicaranya.
6. Konselor tidak bertanya bertubi-tubi , klien jangan diberondong pertanyaan dan dipaksa menjawab segala pertanyaan. Konselor bukannya sebagai wartawan, yang ingin mengorek informasi untuk kepentingannya.Andaikata Klien harus menjawab pertanyaan konselor ini berarti klien memberikan informasi tentang dirinya, yang nantinya informasi tersebut akan dijadikan bahan bagi konselor untuk memberikan bantuan kepada klien guna memecahkan masalahnya.
7. Tidak bingung jika klien bungkam, karena bungkam bukan selalu berarti macet, tetapi mungkin klien sedang berfikir tentang dirinya, sedang menghayati apa yang sedang berlangsung, mungkin sedang merumuskan kata-kata atau jawaban-jawaban, sedang mendalami masalah-masalahnya. Konselor jangan terlalu cepat menyimpulkan pada klien bahwa bungkam itu tertutup.
8. Memantulkan perasaan klien, konselor hendaknya mencoba menjadi atau memberi arah klien untuk berfikir-fikir tentang perasaannya.
9. Terbuka, artinya mengakui ketidaktahuan diri, atau kekurangan diri, tidak usah menutup-nutupi kekurangannya bahkan mau mendengarkan pendapat dan saran orang lain.
10. Membagi waktu wawancara, waktu yang banyak diperuntukkan membicarakan inti konseling, pembukaan wawancara dan penutupannya hanya menggunakan sebagian kecil waktu saja, jangan terbalik.Sehingga wawancara akan efektif dan dapat mencapai tujuan.
11. Memilih kata-kata yang sesuai dengan tahapan kemampuan klien, sehingga klien dapat memahami apa yang dikatakan oleh konselor, kalau perlu kata-kata penting diulang.Maka disini konselor sebelumnya harus mengetahui latar belakang kemampuan kliennya..
12. Membatasi usaha pengungkapan informasi dari klien, terlebih lagi mengenai hal-hal yang memalukan klien.Sehingga klien tidak merasa lebih berdosa.Jadi tidak perlu mengungkap klien terlalu mendalam, supaya klien tidak merasa ditelanjangi.Hal ini akan mengganggu rapport (hubungan baik antara konselor dank lien yang diciptakan oleh konselor, terutama sejak pertemuan konseling dimulai)
13. Menentukan rambu-rambu wawancara, agar tidak terpaku pada satu masalah, seharusnya banyak masalah yang terungkap, sehingga data lengkap.Jangan sampai yang dibicarakan hal-hal yang sama saja.Tentu saja pembicaraan jangan terlalu melebar, maka perlu rambu-rambu, jadi seakan-akan konselor membuat garis yang akan dibicarakan.Mula-mula rambu-rambu dibuat secara umum, X misalnya, lalu X itu dipecah-pecah, dibuat point-pointnya, dan waktunya.
14. Hindari sebutan atau cerita tentang diri konselor .Ada konselor yang suka memusatkan pada dirinya, misalnya :”Seandainya saya jadi anda….”.Itu berarti tidak menarik klien menjadi konselor, padahal mestinya konselor masuk kedunia klien, berarti ada empati.Karena kalau demikian mungkin tampaknya berhasil tetapi ada akibat sampingan.
15. Tidak berpura-pura, berarti konselor harus polos, karena klien akan merasa dan mengetahui bila konselor berpura-pura.
16. Tidak terpaku pada topic awal yang diajukan klien, misalnya : “Saya mendapat kesulitan dalam menghadapi adik-adik”.Konselor harus dapat melihat horizon yang lebih luas, misalnya apa latar belakang dia harus mengurus adik-adiknya.Mungkin yang penting bukan masalah adik, tetapi sumber masalah mungkin ada pada dia sendiri. Maka konselor jangan terlalu terpancang apa yang dikatakan atau dikeluhkan klien pada awal wawancara.
17. Hindari pertemuan yang terlalu sering dengan klien, karena hal ini mengakibatkan klien terlalu tergantung pada konselor.Konselor harus dapat membuat klien lama-kelamaan mampu berdiri sendiri dan memecahkan masalahnya sendiri.
18. Batasi lamanya wawancara.Hal ini sangat individual sekali.Ada klien dan konselor yang mampu mengadakan wawancara samapi 2 jam, ada yang tidak.Maka lebih baik sebelumnya diambil persetujuan tentang waktu wawancara ini antara konselor dengan klien, sehingga waktu yang akan digunakan telahj menjadi persetujuan bersama. Karena ada kalanya klien ingin berlama-lama karena sekedar menghindari situasi lain yang tak menyenangkan.
19. Menyusun alternative kegiatan, dengan jalan mencari bentuk jalan keluar yang kira-kira dilakukan oleh klien.Diusahakan konselor hanya membantu mencari alternative –alternatif itu, maka hendaknya klien yang menemukan beberapa alternative itu sendiri, sedang konselor memformulasikan.
20. Mengakhiri wawancara dengan membuat rangkuman (tidak tertulis), dan konselor berusaha agar klien dapat mengambil kesimpulan sendiri.
21. Menutup pertemuan, dengan membuat akhir pertemuan yang mengesankan, dengan terlebih dahulu diadakan pertemuan berikutnya.Dan konselor mengakhiri pembicaraan dengan kesediaannya menerima kembali suatu saat klien membuatuhkan bantuannya.
22. Persetujuan tentang perlu atau tidaknya diadakan konseling.
¬¬ C. Pendekatan Dasar Wawancara Konseling
1. Konseling Directive (penyuluhan terarah)
Karakteristiknya adalah iter menyerang langsung ke masalah, mengontrol struktur wawancara, memutuskan untuk menyelesaikan atau menghindari masalah subjek, menyusun langkah-langkah dalam wawancara dan menentukan lamanya wawancara. Iter mengumpulkan informasi, menganalisis masalahnya, memberikan pendapat, memberi solusi-solusi, memberi arahan yang spesifik kepeda itee. Iter mengatur bagaimana klien bertindak dengan tujuan untuk mengubah perilaku itee agar sesuai. Diasumsikan bahwa iter lebih mampu disbanding itee dalam memecahkan masalah.
Keuntungan konseling directive adalah:
a. Cukup mudah untuk memimpin dan mempelajarinya
b. Tidak memerlukan waktu yang banyak
c. Konselor fokus pada kepentingan masalah yang spesifik
d. Membolehkan konselor untuk memberikan informasi dan pedoman penting
e. Memperbolehkan konselor untuk melayani seperti penasehat ketika klien merasa segan dan tidak sanggup untuk menanalisis masalahnya atau untuk memperkirakan kemungkinan-kemungkinan solusinya.

2. Konseling Non-directive
Karakteristiknya adalah iter dipandang sebagai fasilitator/penolong pasif bukan sebagai ahli, iter membantu klien memperoleh informasi, mendapat insight, menyelidiki masalah serta menganalisisnya, dan menemukan dan mengevaluasi solosinya. Konselor mendengarkan, mengobservasi, dan memberi harapan (mendorong) bukannya memaksakan ide dan solusi. Konseling berpusat pada klien, klien yang mengontrol struktur wawancara, menentukan topik apa yang akan didiskusikan, kapan mereka akan berdiskusi dan bagaimana mereka akan berdiskusi, menentukan langkah-langkah dalam diskusi serta lamanya waktu diskusi.
Diasumsikan bahwa (1) Setiap orang punya kemampuan untuk mencapai pemecahan terbaik yang ia miliki, (2) Hanya klien yang dapat memutuskan apa yang terbaik untuknya, (3) Hal terpenting dalam konseling adalah mendengar.
Keuntungan konseling non-directive:
1. Membolehkan klien untuk mengungkapkan apa yang lebih penting untuk dirinya pada waktu yang diperlukan
2. Membolehkan klien menyampaikan informasi dengan sukarela yang mungkin saja konselor tidak memikirkan hal itu
3. Menyerahkan kepada klien untuk lebih mengontrol keputusan serta tindakannya
4. Non-directive mungkin dapat mendorong klien untuk memberikan jawaban dan komentar secara mendalam
5. Memeberikan konselor kesempatan untuk mendengarkan dan mendorong klien
6. Non-directive memungkinkan adanya komunikasi pada klien bahwa konselor sungguh tertarik padanya dan tidak terburu-buru untuk menerima klien lain ataupun mengerjakan tugas lainnya.
Konselor yang terdiri dari konselor akademik, konselor pada perlindungan sosial (Social Security), konselor pernikahan dan konselor kesehatan selalu menggunakan kombinasi yang tepat antara pendekatan directive dan non-directive. Contohnya, selama bagian pertama dari wawancara dengan keluarga, konselor pelayanan sosial mungkin menggunakan pendekatan directive untuk mendapatkan informasi tentang keluarga tersebut seperti usia, jenis kelamin, pendapatan, alamat, pekerjaan, masalah-malah kesehatan, dan lain-lain. Konselor mungkin pindah ke pendekatan non-directive ketika mencoba untuk menemukan masalah keluarga lalu menghadapi masalah tersebut, bagaimana anggota keluarga tersebut merasakan masalahnya, dan apakah mereka mengharapkan pelayanan sosial. Tugas yang sulit dari konselor adalah menentukan pendekatan khusus yang tepat dan merubah dari pendekatan satu ke pendekatan yang lain selama wawancara konseling.

DAFTAR PUSTAKA

Djumhur, I dan Moh. Surya. 1981. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung: CV Ilmu.
http://www.infoskripsi.com. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data. Diunduh 13 April 2009.
Rahayu, Iin Tri dan Tristiadi Ardi Ardani. 2004. Observasi dan Wawancara. Malang: Bayumedia.
Walgito, Bimo. 1989. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta: Andi Offset.
Winkel, W.S. 1991. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan

Tahapan dan Keterampilan Dasar Konseling

Tahapan dan Keterampilan Dasar Konseling
Pelaksanaan konseling tidak lepas dari pendekatan atau model konseling yang diterapkan. Masing-masing pendekatan atau model dengan dasar pandangan masing-masing mengajukan tahap-tahap pelaksanaan konseling sesuai kekususan atau ciri khasnya. Secara umum tahapan utama / pokok konseling adalah (1) tahap awal/pendahuluan, (2) tahap inti/pengembangan/membangun aksi positif, dan (3) tahap terminasi/penutup.
Untuk mencapai keberhasilan konseling setiap tahapan memerlukan keterampilan dasar konseling yang harus dikuasai oleh “Konselor/Guru Bimbingan dan Konseling”. Keterampilan dasar konseling yang harus dikuasai oleh konselor untuk setiap tahapan konseling adalah sebagai berikut:
1. Tahap Awal/Pendahuluan
Tujuan tahapan konseling ini adalah terbangunnya relasi antara konselor dan klien.
Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan konseling ini ialah: (1) Mengembangkan tata formasi, (2) Menyambut kehadiran klien, (3) Menciptakan hubungan yang baik, (4) Mendengarkan keluhan klien, dan (5) Mempersetujukan tujuan.
Keterampilan dasar konseling yang harus dikuasai oleh konselor agar tujuan tahapan konseling ini dapat tercapai adalah:
a. Mengubah keragu-raguan klien dengan mengembangkan tata ormasi dan iklim hubungan konseling awal.
b. Penstrukturan konseling, terutama bilamana klien datang bukan atas inisiatif sendiri, tetapi atas permintaan orang tua, guru, wali kelas atau kepala sekolah.
c. Mengumpulkan informasi tentang klien dengan mendasarkan pada bobot masalah yang dihadapi oleh klien dan bantuan yang dibutuhkan/diperlukannya.
d. Penampilan dalam pertemuan awal, dalam arti penampilan konselor dalam menerima kehadiran klien serta menciptakan iklim komunikasi yang menyenangkan klien.
e. Attentif/attending behavior, untuk menciptakan suasana tenteram dan klien merasa dihargai, diterima, dan diperhatikan
f. Bertanya, agar konseling dapat belangsung. Bertanya merupakan salah satu keterampilan dasar konseling utama mengingat bahwa konseling dilaksanakan dengan wawancara atau tanya jawab antara konselor dan klien.
g. Menggunakan penguat atau dorongan minimal, agar klien secara terbuka dan berlanjut mengeluarkan/berceritera tentang permasalahan dan apa yang dipikirkan, dirasakan dan dikehendaki terkait dengan permasalahan yang dihadapi dan harapan penyelesaiannya.
2. Tahap Inti/Pengembangan/Membangun aksi positif
Tujuan tahapan konseling ini adalah pengekspresian masalah, konsolidasi, dan perencanaan.
Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan konseling ini ialah: (1) Mengeksplorasi permasalahan klien dengan mengumpulkan informasi, (2) Menganalisis informasi yang berhasil dikumpulkan, (3) Me-rumuskan/menetapkan masalah dan penyebabnya, (4) Mencari beberapa kemungkinan jalan keluar, (5) Memilih jalan keluar yang paling tepat, (6) Merencanakan pelaksanaan jalan keluar, dan (7) Mem-beri pertolongan menuju jalan keluar untuk dilakukan di dalam dan di luar wawancara konseling.
Keterampilan dasar konseling yang harus dikuasai oleh konselor agar tujuan tahapan konseling ini dapat tercapai adalah:
a. Menanggapi atau merespons hal-hal yang dikemukan oleh klien, baik yang berhubungan dengan pikiran, perasaan, kemauan maupun keluhannya.
b. Memparaphrase yaitu pernyataan konselor dengan bahasa dan kata-kata sendiri yang berisi ungkapan perasaan dan pikiran klien.
c. Merefleksi atau memantulkan pikiran, perasaan atau pengalaman klien, yaitu memantulkan ungkapan pikiran, perasaan dan pengalaman klien tanpa menambah atau mengurangi makna dan bobot pikiran,perasaan dan pengalaman klien.
d. Mengarahkan/lead sesuai dengan kebutuhan klien, yaitu permintaan konselor kepada klien agar memberi penjelasan atau ulasan mengenai hal yang diungkapkan atau dinyatakan.
e. Menginterpretasi/interpretation, yaitu konselor mengutarakan arti atau makna pernyataan, kata-kata atau perbuatan yang dilakukan oleh klien.
f. Mengkonfrontasi/confrontation, yaitu konselor memberi komentar dan mengarahkan perhatian klien atas beberapa hal yang menurut konselor tidak sesuai satu/kontradiksi dengan yang lain.
g. Menggunakan contoh pribadi, yaitu konselor memberi contoh berdasarkan pengalaman pribadinya kepada klien untuk membangkitkan semangat klien menyelesaikan masalahnya.
h. Mengupas masalah dan menyimpulkan, yaitu konselor menelaah permasalahan yang dihadapi klien atas keluhan, ungkapan pikiran, perasaan dan kemauannya, kemudian disimpulkan sebagai dasar pengarahan klien menentukan alternative pemecahan masalah.
3. Tahap Penutup
Tujuan tahapan konseling ini ialah menilai keberhasilan dan merumukan tindak lanjut pelaksanaan konseling.
Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan konseling ini ialah: (1) Membuat kesimpulan, dan (2) Menutup atau mengakhiri konseling.
Keterampilan Dasar Konseling yang harus dikuasai oleh konselor agar tujuan tahapan konseling ini dapat dicapai adalah:
a. Keterampilan dasar konseling yang bersiat umum, yaitu merumuskan tujuan konseling yang masih kabur, memperkuat hasrat klien untuk melakukan sesuatu tindakan, menilai hasil pelaksanaan konseling, membuat catatan, serta menutup konseling sedemikian rupa sehinga suasana atau iklim konseling menjadi relaks kembali setelah klien mengalami ketegangan selama proses konseling.
b. Keterampilan kusus seperti mengunakan reward atau ganjaran, memberi contoh atau modeling, latihan relaksasi, latihan asertif, sensitisasi atau desensitisasi sistematis, dan reassuring atau memberi bantuan dukungan/jaminan/dorongan/bombongan/semangat dan keyakinan keada klien akan keberhasilan klien dalam menyelesaikan masalahnya.

Tahap-tahap perkembangan pada manusia

Tahap-tahap perkembangan pada manusia terjadi melalui dua fase, yaitu fase embrionik (dalam kandungan/sebelum dilahirkan) dan fase pasca embrionik (setelah dilahirkan).
Tahap-tahap Perkembangan Manusia
Fase Embrionik (dalam Kandungan/sebelum Dilahirkan)
Perkembangan pada manusia pada fase embrionik diawali dengan proses pembuahan. Yaitu pertemuan antara sel telur yang berasal dari perempuan (ibu) dengan sel sperma yang berasal dari pria (ayah). Inti sel sperma akan melebur dengan inti sel telur dan terbentuk sebuah sel baru yang disebut zigot.
Zigot ini akan membelah diri menjadi 2 sel, 4 sel, 8 sel, 16 sel, 32 sel, dan seterusnya. Zigot yang telah membelah menjadi banyak sel tadi akan berkembang menjadi embrio, kemudian menjadi janin dalam rahim ibu. Lamanya waktu janin tumbuh dan berkambang di dalam rahim ibu, dari mulai proses pembuahan hingga kelahiran adalah kurang lebih 9 bulan 10 hari.
Perkembangan janin selama di dalam kandungan/rahim dibagi dalam tiga tahapan. Lamanya waktu pada setiap tahapan adalah tiga bulan.
1. Trimester Pertama
Trimester pertama
Tiga bulan pertama embrio berkembang menjadi janin yang panjangnya kurang lebih 5,5 cm. Janin sudah berbentuk seperti manusia walaupun ukuran kepalanya sangat besar. Di akhir tiga bulan pertama ini janin juga sudah mulai dapat menggerakkan tangan dan kakinya.
2. Trimester Kedua
Trimester kedua
Pada tiga bulan kedua, janin sudah semakin berkembang dan panjangnya sudah mencapai kurang lebih 19 cm. Tangan dan kakinya telah berkembang, muka tumbuh memanjang. Pada tiga bulan kedua ini detak jantung janin juga sudah mulai bisa dideteksi. Gerakan janin juga mulai aktif.
3. Trimester Ketiga
Trimester ketiga
Di tiga bulan ketiga terjadi pertumbuhan ukuran janin sangat cepat. Ukuran tubuh sudah proporsional seperti bayi. Karena ukuran tubuhnya semakin besar, janin tidak terlalu leluasa bergerak di dalam rahim. Menjelang kelahiran bayi pada umumnya sudah mencapai panjang sekitar 50 cm. Berikutnya janin akan lahir ke dunia dan disebutlah dengan sebutan bayi.
Fase Pasca Embrionik (setelah Dilahirkan)
• Balita
Bayi mempunyai kaki namun belum bisa berjalan dan mempunyai tangan namun belum dapat memegang dengan baik. Bayi memperoleh makanan dan minuman dari ASI (air susu ibu). Seiring dengan bertambahnya usia, organ-organ pada bayi juga akan berkembang.
Pada usia 1 atau 2 tahun, bayi akan mulai belajar berjalan dan mengendalikan fungsi anggota tubuh lainnya seperti tangan, kepala, mulut. Organ-organ tersebut akan semakin matang pada saat usia anakanak. Pada saat usia masuk sekolah (sekitar usia 5 tahun)
• Anak-anak
Masa anak-anak, yaitu usia 5 hingga 12 tahun. Dalam periode ini, pertumbuhan fisik mulai meningkat baik tinggi badan maupun berat badan disertai perkembangan koordinasi otot-otot dan kemampuan mental. Beberapa anak dapat membaca angka-angka dan huruf-huruf tertentu.
Di atas usia ini, anak telah berkembang dalam kemampuan berbicara, menulis, membaca, dan beralasan. Pada usia yang sama, anak telah matang emosinya dan belajar bagaimana bergaul dengan orang lain.
• Remaja
Masa remaja ditandai dengan kematangan organ reproduksi. Perubahan fisik yang terjadi merupakan tanda kematangan organ-organ reproduksi. Pada umumnya, organ reproduksi anak perempuan lebih cepat matang dibandingkan organ reproduksi anak laki-laki.
Beberapa tanda matangnya organ reproduksi pada anak perempuan adalah tumbuhnya rambut di daerah kemaluan, membesarnya buah dada, dan terjadi menstruasi. Adapun pada anak laki-laki, tampak dari membesarnya jakun (sehingga suara menjadi besar), tumbuhnya rambut di wajah, otot-otot membesar, dan mimpi yang diiringi dengan keluarnya sperma (mimpi basah).
Penyebab munculnya pubertas adalah karena kerja hormon estrogen yang dihasilkan ovarium (pada perempuan) dan testosteron yang dihasilkan testis (pada anak laki-laki). Akibatnya, organ-organ reproduksi berfungsi dan tubuhmu mengalami perubahan. Salah satu ciri pubertas pada anak perempuan adalah menstruasi.
• Dewasa
Setelah melewati masa remaja, akan memasuki masa dewasa sebagai tahapan selanjutnya dari perkembangan manusia. Pada masa ini pertumbuhan tubuhmu mencapai ukuran maksimal. Tinggi badan akan terhenti pada usia sekitar dua puluh tahunan.
Selama masa dewasa, pemahaman emosional akan terus berkembang, berpotensi untuk terus belajar, mengembangkan diri dalam hal keterampilan, dan aktualisasi diri, bekerja, membina hubungan sosial, dan terus berprestasi.
• Masa Tua
segala potensi pada masa dewasa akan mengalami kemunduran ketika memasuki masa tua. Ini terjadi pada usia sekitar 60 – 65 tahun. Tubuh semakin rentan, wajah dan tangan mulai keriput, kesehatan menurun, kecerdasan menurun.
Bahkan pada usia lanjut orang mudah lupa dan membutuhkan banyak istirahat, sehingga lebih banyak menghabiskan waktunya untuk beristirahat. Pada masa ini aktivitasnya menurun dan mulai sulit melakukan kegiatan sehari-hari, seperti berjalan dan aktivitas seperti biasanya.

Sifat Kelompok Sosial

Sifat-sifat Kelompok Sosial
1. Klasifikasi Kelompok Berdasarkan Solidaritas Antara anggota
a. Solidaritas Mekanik
Solidaritas mekanik adalah solidaritas yang muncul pada masyarakat yang masih sederhana dan diikat oleh kesadaran kolektif serta belujm mengenal adanya pembagian kerja diantara para anggota kelompok.
b. Solidaritas Organik
Solidaritas organik adalah solidaritas yang mengikat masyarakat yang sudah kompleks dan telah mengenal pembagian kerja yang teratur sehingga disatukan oleh saling ketergantungan antaranggota.
2. Klasifikasi Kelompok Berdasarkan Erat Longgarnya Ikatan dalam Kelompok.
a. Gemeinschaft (Paguyuban)
Gemeinschaft adalah kelompok sosial yang memiliki ikatan erat dan intim.
b. Gesellschaft (Patembayan)
Gesellschaft adalah kehidupan publik yang bersifat sementara dan semu.
3. Klasifikasi Kelompok Berdasarkan Indentifikasi Diri
a. In-Group
b. Out-Group
4. Klasifikasi Kelompok Berdasarkan Hubungan diantara Para Anggotanya.
a. Kelompok Primer
Kelompok Primer adalah kelompok sosial yang memiliki hubungan saling mengenal dan memiliki perasaan kebersamaan.
b. Kelompok Sekunder
Kelompok Sekunder adalah kelompok sosial yang terbentuk karena adanya kepentingan yang sama sehingga kerjasama didasarkan pada hitungan untung rugi.
5. Klasifikasi Kelompok Berdasarkan Sistem Hubungan
a. Kelompok Formal
Kelompok Formal adalah kelompok yang memiliki sistem hubungan yang sengaja diciptakan, sehingga unsur-unsur dalam suatu organisasi merupakan bagian-bagian fungsional yang berhubungan.
b. Kelompok Informal.
Kelompok informal adalah kelompok yang memiliki hubungan secara pribadi, bersifat erat dan intim.
Macam- macam Kelompok Sosial
Kelompok sosial adalah kumpulan orang yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan dan saling berinteraksi. Kelompok diciptakan oleh anggota masyarakat. Kelompok juga dapat mempengaruhi perilaku para anggotanya.
Robert Bierstedt, membedakan kelompok berdasarkan ada tidaknya organisasi, hubungan sosial antara kelompok, dan kesadaran jenis. Bierstedt kemudian membagi kelompok menjadi empat macam:
• Kelompok statistik, yaitu kelompok yang bukan organisasi, tidak memiliki hubungan sosial dan kesadaran jenis di antaranya. Contoh: Kelompok penduduk usia 10-15 tahun di sebuah kecamatan.
• Kelompok kemasyarakatan, yaitu kelompok yang memiliki persamaan tetapi tidak mempunyai organisasi dan hubungan sosial di antara anggotanya.
• Kelompok sosial, yaitu kelompok yang anggotanya memiliki kesadaran jenis dan berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi tidak terukat dalam ikatan organisasi. Contoh: Kelompok pertemuan, kerabat.
• Kelompok asosiasi, yaitu kelompok yang anggotanya mempunyai kesadaran jenis dan ada persamaan kepentingan pribadi maupun kepentingan bersama. Dalam asosiasi, para anggotanya melakukan hubungan sosial, kontak dan komunikasi, serta memiliki ikatan organisasi formal. Contoh: Negara, sekolah.
• Charles Horton Cooley menggambarkan distingsi antara dua jenis kelompok sosial yakni kelompok sosial primer dan sekunder
Kelompok Sosial Primer, dalam kelompok sosial primer memiliki hubungan yang bersifat personal dan akrab antara anggotanya. Dalam kelompok ini orang melakukan aktivitas dan memiliki waktu secara bersama, sehingga mereka dapat saling mengenal antara satu sama lain secara personal dan akrab. Mereka saling memperhatikan kesejahteraan satu sama lainnya. Selain karena relasi yang akrab antara anggota, kelompok sosial primer merupakan tempat dimana seorang individu berjumpa dengan pengalaman-pengalaman sosial yang pertama. Dalam kelompok sosial primer ini seorang individu mengalami hidup untuk pertama kalinya. Kekuatan dan hubungan utama ini memberikan individu-individu rasa aman dan damai. Anggota-anggota dalam kelompok utama ini menyediakan pendapatan pribadi bagi yang lainnya, termasuk keuangan dan dukungan emosional
Kelompok Sosial Sekunder, dalam kelompok sosial sekunder didefenisikan sebagai Kelompok Sosial yang bersifat impersonal dan besar. Kelompok sosial sekunder didasarkan atas minat, kepentingan atau aktivitas-aktivitas khsusus. Organisasi-organisasi politik biasanya disebut Kelompok Sosial Sekunder. Dalam Kelompok Sosial Sekunder ini setiap anggota tidak saling mengenal secara lebih baik dan hubungan diantara mereka sangat longgar. Kelompok Sosial Sekunder sering dipakai sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan khusus. Kelompok Sosial Sekunder biasanya selalu bersifat formal dan tidak emosional dan memiliki orientasi cita-cita (goal oreintation) bukan personal
Selain itu ada juga yang mengkatagorikan kelompok sosial berdasarkan formal dan informalnya.
• Kelompok formal adalah kelompok-kelompok yang mempunyai peraturan yang tegas dan dengan sengaja diciptakan oleh anggota-anggotanya untuk mengatur hubungan antara anggota-anggotanya. Kelompok formal melalui lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah dan militer yang bersifat formal, mengharapkan peranan yang lebih teratur dan bertanggung jawab terhadap penyampaian cara-cara bertindak dan berpikiran yang diterima oleh masyarakat.
• Kelompok informal tidak mempunyai struktur dan organisasi tertentu dan pasti. Kelompok-kelompok tersebut biasanya terbentuk karena pertemuan-pertemuan yang berulang kali dan itu menjadi dasar bagi bertemunya kepentingan-kepentingan dan pengalaman yang sama. Dalam kelompok informal, sosialisasi melalui interaksi dalam pergaulan informal seperti teman, sahabat, anggota klub, dan kelompok sosial yang ada dimasyarakat

PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING

PAPER
PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING

Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dasar-Dasar Bimbingan Konseling

Dosen Pengampu;
Drs. Suharso, M. Pd. Kons

Disusun oleh :

Sella Dwi Fatmalasari
1301412058

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012

 PENGERTIAN PROFESI
Ada beberapa pendapat tentang pengertian profesi, diantaranya adalah sebagai berikut:
Profesi merupakan suatu pekerjaan atau atau jabatan yang menuntut keahlian dari para petugasnya (Prayitno dan Erman Amti, 2004: 38). 2. Profesi merupakan pekerjaan atau karir yang bersifat pelayanan bantuan keahlian dengan tingkat ketepatan yang tinggi untuk kebahagiaan pengguna berdasarkan norma-norma yang berlaku (Dirjen Dikti Depdiknas, 2004: 5). 3. Kekuatan dan eksistensi profesi muncul sebagai akibat interaksi timbal balik antara kinerja tenaga professional dengan kepercayaan publik (public trust).
• Ciri-ciri Profesi
Profesi merupakan suatu pekerjaan tetapi tidak setiap pekerjaan merupakan profesi. Adapun pekerjaan yang tergolong profesi memiliki cirri-ciri sebagai berikut. 1)P rofesi adalah pekerjaan yang menuntut keahlian bagi para pelaku, baik keahlian teoritis maupun keahlian dalam praktik. 2) Keahlian tersebut dipersiapkan secara khusus melalui pendidikan yang khusus sesuai dengan profesi tersebut. 3) Profesi merupakan pekerjaan yang dibutuhkan oleh masyarakat. 4) Tenaga professional dalam melakukan tugasnya terikat oleh kode etik profesi. 5) Para tenaga professional tergabung dalam suatu organisasi profesi.
• Konselor Merupakan Suatu Profesi
Konselor merupakan suatu profesi karena bidang pekerjaan yang dilakukan oleh para konselor hanya dapat dilakukan oleh mereka yang telah dipersiapkan secara khusus, melalui profesionalisasi, untuk melakukan pekerjaan tersebut.
Dasar Pemikiran Standarisasi Profesi Konselor

Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik,sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor,widyaiswara, fasilitator, dan instruktur (UU No. 20 Tahun 2003Pasal 1 Ayat 6). Kesejajaran posisi ini tidaklah berarti bahwasemua tenaga pendidik itu tanpa keunikan konteks tugas danekspektasi kinerja. Demikian juga konselor memiliki keunikankonteks tugas dan ekspektasi kinerja yang tidak persis samadengan guru. Hal ini mengandungimplikasi bahwa untukmasing-masing kualifikasi pendidik, termasuk konselor, perludisusun standar kualifikasi akademik dan kompetensi berdasarkepada konteks tugas dan ekspektasi kinerja masing-masing.
Dengan mempertimbangkan berbagai kenyataan sertapemikiran yang telah dikaji, bisa ditegaskan bahwa pelayananahli bimbingan dan konseling yang diampu oleh Konselorberada dalam konteks tugas “kawasan pelayanan yangbertujuan memandirikan individu dalam menavigasi perjalananhidupnya melalui pengambilan keputusan tentang pendidikantermasuk yang terkait dengan keperluan untuk memilih, meraihserta mempertahankan karir untuk mewujudkan kehidupanyang produktif dan sejahtera, serta untuk menjadi wargamasyarakat yang peduli kemaslahatan umum melaluipendidikan”.
Sedangkan ekspektasi kinerja konselor yang mengampu pelayanan bimbingan dan konseling selalu digerakkan oleh motif altruistik dalam arti selalu menggunakanpenyikapan yang empatik, menghormati keragaman, serta mengedepankan kemaslahatan pengguna pelayanannya, dilakukan dengan selalu mencermati kemungkinan dampak jangka panjang dari tindak pelayanannya itu terhadap pengguna pelayanan, sehingga pengampu pelayanan profesional itu juga dinamakan “the reflective practitioner”.

 KOMPETENSI KONSELOR
Sebagaimana lazimnya dalam suatu profesi, sosok utuh kompetensi konselor terdiri atas dua komponen yang berbeda namun terintegrasi dalam praksis sehingga tidak bisa dipisahkan yaitu kompetensi akademik dan kompetensi profesional.
1. Kompetensi Akademik Konselor
Sebagaimana layanan ahli pada bidang lain seperti akuntansi, notariat dan layanan medik, kompetensi akademik konselor yang utuh diperoleh melalui Program S-1 Pendidikan Profesional Konselor Terintegrasi (Engels, D.W dan J.D. Dameron, (Eds.)1, 1990). Ini berarti, untuk menjadi pengampu pelayanan di bidang bimbingan dan konseling, tidak dikenal adanya pendidikan profesional konsekutif sebagaimana yang berlaku di bidang pendidikan profesional guru. Kompetensi akademik seorang Konselor Profesional terdiri atas kemampuan:
a. Mengenal secara mendalam konseli2 yang hendak dilayani. Sosok kepribadian serta dunia konseli yang perlu didalami oleh konselor meliputi bukan saja kemampuan akademik yang selama ini dikenal sebagai Inteligensi yang hanya mencakup kemampuan kebahasaan dan kemampuan numerikal-matematik yang lazim dinyatakan sebagai IQ yang mengedepan- kan kemampuan berpikir analitik, melainkan juga seyogyanya melebar ke segenap spektrum kemam- puan intelektual manusia sebagaimana dipaparkan dalam gagasan inteligensi multipel (Gardner, 1993) selain juga menghormati keberadaan kemampuan berpikir sintetik dan kemampuan berpikir praktikal di samping kemampuan berpikir analitik yang telah dikenal luas selama ini (Sternberg, 2003), motivasi dan keuletannya dalam belajar dan/atau yang diharapkan akan menerus sebagai keuletan dalam bekerja, kreativitas yang disandingkan dengan kearifan (a.l. Sternberg, 2003) serta kepemimpinan, yang dibingkai dengan kerangka pikir yang memperhadapkan karakteristik konseli yang telah bertumbuh dalam latar belakang keluarga dan lingkungan budaya tertentu sebagai rujukan normatif beserta berbagai permasalahan serta solusi yang harus dipilihnya, dalam rangka memetakan lintasan perkembangan kepribadian (developmental trajectory) konseli dari keadaannya sekarang ke arah yang dikehendaki. Selain itu, sesuai dengan panggilan hidupnya sebagai pekerja di bidang profesi perbantuan atau pemfasilitasian (helping professions), dalam ke arah patologik yang merupakan kawasan garapan psikiater atau menyandang kelainan yang merupakan kawasan garapan terapis untuk berbagai bidang yang bersifat khas dalam Pendidikan Luar Biasa. mengenal secara mendalam konseli yang dilayaninya itu, konselor selalu menggunakan penyikapan yang empatik, mengormati keragaman, serta mengedepankan kemaslahatan konseli dalam pelaksanaan layanan ahlinya.
b. Menguasai khasanah teoretik dan prosedural termasuk teknologi dalam bimbingan dan konseling. Penguasaan khasanah teoretik dan prosedural serta teknologik dalam bimbingan dan konseling (Van Zandt, Z dan J. Hayslip, 2001) mencakup kemampuan :
1) Menguasai secara akademik teori, prinsip, teknik dan prosedur dan sarana yang digunakan dalam penye-lenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling.
2) Mengemas teori, prinsip dan prosedur serta sarana bimbingan dan konseling sebagai pendekatan, prinsip, teknik dan prosedur dalam penyeleng- garaan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan.
3) Menyelenggarakan layanan ahli bimbingan dan konseling yang memandirikan.

Untuk menyeleng-garakan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan (Gysbers, N. C. dan P. Henderson, 2006), seorang konselor harus mampu :

a. Merancang kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling.
b. Mengimplementasikan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling.
c. Menilai proses dan hasil kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling serta melakukan penyesuaian-penyesuaian sambil jalan (mid- course adjustments) berdasarkan keputusan transaksional selama rentang proses bimbingan dan konseling dalam rangka memandirikan konseli (mind competence).
d. Mengembangkan profesionalitas sebagai konselor secara berkelanjutan. Sebagai pekerja profesional yang mengedepankan kemaslahatan konseli dalam pelaksanaan layanan- nya, Konselor perlu membiasakan diri mengguna- kan setiap peluang untuk belajar dalam rangka peningkatan profesionalitas termasuk dengan memetik pelajaran dengan kerangka pikir belajar eksperiensial yang berlangsung secara siklikal (Cyclical Experiental Learning Model, Kolb, 1984) sebagai bagian dari keseharian pelaksanaan tugasnya, dengan merekam serta merefleksikan hasil serta dampak kinerjanya dalam menyeleng- garakan pelayanan bimbingan dan konseling (reflective practitioner, lihat kembali Schone, 1983). Selain itu, upaya peningkatan diri itu juga dapat dilakukan secara lebih sistematis dengan melakukan Penelitian Tindakan (Action Research), dengan mengakses berbagai sumber informasi termasuk yang tersedia di dunia maya, selain melalui interaksi kesejawatan baik yang terjadi secara spontan-informal maupun yang diacarakan secara lebih formal, sampai dengan mengikuti pelatihan serta pendidikan lanjut.

Kompetensi akademik sebagaimana dipaparkan di atas dapat dikuasai melalui pendidikan akademik dengan menu kurikuler yang mencakup kajian tentang Pedagogi, Psikologi Perkembangan, Psikologi Belajar, Bimbingan dan Konseling serta beberapa bidang penunjang seperti Filsafat Pendidikan, Sosiologi, Antropologi budaya, Dinamika Kelompok, Budaya Organisasi Kelas dan Sekolah, di samping kajian tentang program pendidikan dalam sistem pendidikan formal, Strategi Bimbingan dan Konseling serta Strategi Pem- belajaran, Asesmen bakat dan minat konseli di samping asesmen proses dan hasil pembelajaran, Dinamika Kelompok, Pengelolaan Kelas dan sebagainya, dengan beban studi minimum 144 SKS.
• Asesmen Penguasaan Kompetensi Akademik Bimbingan dan Konseling

Penguasaan Kompetensi Akademik dalam bimbingan dan konseling sebagaimana digambarkan di atas dapat ditagih melalui ujian tertulis baik yang berupa tes pilihan (multiple choice) yang sangat efektif untuk melakukan survai kemampuan yang dimiliki serta permasalahan yang dihadapi oleh kelompok calon konselor yang berjumlah besar maupun melalui berbagai asesmen individual untuk mengases kemampuan dan minat serta permasalahan yang dihadapi oleh calon konselor sebagai perorangan. Demi tranparansi, sarana uji kompetensi akademik ini dapat dikembangkan secara terpusat dan dimutakhirkan serta divalidasi secara berkala dengan memanfaatkan teknologi yang relevan di bidang asesmen. Mahasiswa yang berhasil dengan baik menguasai kompetensi akademik yang dipersyaratkan bagi calon konselor, dianugerahi ijasah S-1 Bimbingan dan Konseling. Ijasah S-1 Bimbingan dan Konseling ini merupakan pra-syarat untuk diperkenankan mengikuti Pendidikan Profesi Konselor berupa Program Pengalaman Lapangan selama dua semester.

2. Kompetensi Profesional Konselor
Penguasaan Kompetensi Profesional Konselor terbentuk melalui latihan dalam menerapkan Kompetensi Akademik dalam bidang bimbingan dan konseling yang telah dikuasai itu dalam konteks otentik di sekolah atau arena terapan layanan ahli lain yang relevan melalui Program Pendidikan Profesi Konselor berupa Program Pengalaman Lapangan (PPL) yang sistematis dan sungguh-sungguh (rigorous), yang terentang mulai dari observasi dalam rangka pengenalan lapangan, latihan keterampilan dasar penyelenggaraan konseling, latihan terbimbing (supervised practice) yang kemudian terus meningkat menjadi latihan melalui penugasan terstruktur (self-managed practice) sampai dengan latihan mandiri (self-initiated practice) dalam program pemagangan, kesemuanya di bawah pengawasan Dosen Pembimbing dan Konselor Pamong3 (Faiver, Eisengart, dan Colonna, 2004). Sesuai dengan misinya untuk menumbuhkan kemampuan profesional konselor, maka kriteria utama keberhasilan dalam keterlibatan mahasiswa dalam Program Pendidikan Profesi Konselor berupa Program Pengalaman Lapangan itu adalah pertumbuhan kemampuan calon konselor dalam meng-gunakan rentetan panjang keputusan-keputusan kecil (minute if-then decisionsatau tacit knowledge) yang dibingkai kearifan dalam mengorkestrasikan optimasi pemanfaatan dampak layanannya demi ketercapaian kemandirian konseli dalam konteks tujuan utuh pendidikan. Oleh karena itu, pertumbuhan kemampuan mahasiswa calon konselor sebagaimana digambarkan di atas, mencerminkan lintasan dalam per-tumbuhan penguasaan kiat profesional dalam penyeleng-garaan pelayanan Bimbingan dan Konseling yang berdampak menumbuhkan sosok utuh profesional konselor sebagai praktisi yang aman buat konseli (safe practitioner (lihat kembali, Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi, 2003; Schone, 1983; Corey, 2001; Hogan-Garcia, 2003; Sternberg, 2003).
 Asesmen Penguasaan Kompetensi Profesional Konselor Penguasaan akademik,
penguasaan kemampuan profesional hanya dapat diverifikasi melalui pengamatan ahli yang, dalam pelaksanaannya, juga sering mempersyaratkan penggunaan sarana asesmen yang longgar untuk memberikan ruang gerak bagi diambilnya pertimbangan ahli secara langsung (on-the-spot expert judgement) misalnya sarana asesmen yang menyerupai Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG) yang merupakanhigh-inference assessment instrument, yang telah beredar dilingkungan LPTK sejak awal dekade 1980-an. Ini berarti bahwa perlu dikembangkan sarana asesmen yang serupa di bidang bimbingan dan konseling. Yang juga perlu dicatat sebagaimana telah diisyaratkan di atas adalah bahwa asesmen kemampuan profesional konselor itu tidak cukup apabila hanya dilaksanakan melalui pemotretan sesaat (snapshot ataumoment opname), melainkan harus melalui pengamatan berulang, karena sasaran asesmen penguasaan kompetensi profesional itu bukan hanya difokuskan kepada sisi tingkatan kemampuan (maximum behavior) melainkan, dan terlebih-lebih penting lagi, adalah kualitas keseharian (typical behavior) kinerja konselor. Ini berarti bahwa, asesmen penguasaan kemampuan profesional itu perlu lebih mengedepankan rekam jejak (track record) dalam penyelenggaraan pengelolaan pelayanan bimbingan dan konseling dalam kurun waktu tertentu. Demi transparansi, asesmen penguasaan kompetensi profesional calon konselor itu dilakukan dengan menggunakan penguji luar baik dosen Bimbingan dan Konseling yang berasal dari LPTK lain, unsur Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) maupun konselor pamong yang berasal dari sekolah lain. Mahasiwa yang berhasil dengan baik menguasai kompetensi profesional konselor melalui Program Pendidikan Profesional Konselor yang berupa Progam Pengalaman Lapangan sebagaimana dipaparkan dalam bagian ini, dianugerahi Sertifikat Konselor dan berhak mencantumkan singkatan gelar profesi “Kons” di belakang namanya.

 KAREKTERISTIK KONSELOR MENURUT BEBERAPA AHLI

Dalam memberikan bimbingan atau arahan pada klien, konselor haruslah mempunyai karateristik. Adapun karateristik konselor yang efektif dalam memberikan arahan amaupun solusi terhadap klien yaitu hal hal yang akan di jelaskan di bawah ini.
Penelitian-penelitaian dari beberapa para ahli yang dikutip oleh Brammer, Abrego & Shostrom (1993) :
• Sikap hangat
• Dapat memahami
• Positiv regard
• Self-revealing
• Kondisi fasilitatif sehingga dapat membantu perubahan pada klien
• Keterbukaan dalam diri konselor
Carl Rogers (1971), menyebutkan tiga karakterisitik konselor yang efektif adalah:

1) Congruence (Genuineness, Authenticity)

Kongruensi itu sangat penting sebagai dasar sikap yang harus dipunyai oleh seorang konselor. Ia harus paham tentang dirinya sendiri, berarti pikiran, perasaan dan pengalamannya haruslah serasi. Kalau seseorang mempunyai pengalaman marah, maka perasaan dan pikirannya harus marah, yang tercermin pula dalam tindakannya. Ia harus memahami bias-bias yang ada dalam dirinya, prasangka-prasangka yang mewarnai pikirannya. Ia harus tau kelemahan dan asset-aset yang dipunyainya. Kalau ia menyadari hal ini, ia dapat membuat pembedaan antara dirinya dan orang lain. Ia tahu bahwa orang lain bukandirinya

2) Unconditional positive regard (Acceptance)

Penerimaan tanpa syarat atau respek kepada klien harus mampu ditunjukan oleh seorang konselor kepada kliennya.. Ia harus dapat menerima bahwa orang-orang yang dihadapinya mempunyai nilai-nilai sendiri, kebutuhan-kebutuhan sendiri yang lain darpada yang dimiliki olehnya.

Asumsi dasar yang melandasi Acceptande adalah :
• Individu mempunyai infinite worth and dignity. Individu mempunyai harkat dan martabat yang tak terbatas.
• Adalah hak manusia untuk membuat keputusannya sendiri dan untuk menjalani hidupnya sendiri.
• Orang mempunyai kamampuan atau potensi untuk memilih secara bijaksana, dan menjalani hidup yang teraktualisasi dan bermakna secara sosial.
• Setiap orang bertanggung jawab untuk hidupnya sendiri.

3) Empati

Empati adalah konsep yang sepertinya mudah dipahami sulit untuk dicerna. Empati itu sangat sederhana, yaitu dengan memahami orang lain dari sudut kerangka berpikir orang lain tersebut, empati yang dirasakan harus juga diekspresikan, dan orang yang melakukan empati harus yang “kuat”, ia harus dapat menyingkirkan nilai-nilainya sendiri, tetapi ia tidak pula boleh terlarut di dalam nilai-nilai orang lain. Review hal 57 – 64 Baruth dan Robinson III (1987), menyebutkan beberapa karakteristik konselor yang efektif sebagai berikut :
• Terampil “menjangkau” (reaching out) kliennya.
• Mampu menumbuhkan perasaan percaya, kredibilitas dan yakin dalam diri orang yang akan dibantunya.
• Mampu “menjangkau” kedalam dan keluar.
• Berkeinginan mengkomunikasikan caring dan respek untuk orang yang sedang dibantunya.
• Menghormati diri sendiri dan tidak menggunakan orang yang sedang dibantunnya sebagai sarana untuk memuaskan kebutuhannya sendiri.
• Mempunyai sesuatu pengetahuan dalam bidang tertentu yang akan mempunyai makna khusus bagi orang yang dibantunya.
• Mampu memahami tingkah laku orang yang akan dibatunya tanpa menerapkan value judgments.
• Mampu melakukan penalaran secara sistematis dan berpikir dalam kerangka system.
• Tidak ketinggalan zaman dan memiliki pandangan luas tentang hal-hal yangterjadi di dunia.
• Mampu mengidentifikasi pola-pola tingakh laku yang self-defeating, yang merugikan dan membantu orang lain mengubah pola tingkah laku nyang merugikan dan membantu orang lain mengubah pola tingkah laku yang merugikan diri sendiri ini menjadi pola tingkah laku yang lebih memuaskan.
• Terampil membantu orang lain untuk “melihat” ke dalam dirinya sendiri dan bereaksi secara tidak detensif terhadap pertanyaan “Siapakah saya?”
• Hackney dan Cormier menyebutkan karakteristik seorang konselor
• Kesadaran tentang diri (self-awareness) dan pemahaman diri sendiri.
• Kesehatan psikologi yang baik.
• Sensitivitas terhadap dan pemahan tentang faktor-faktor rasial, etnik dan budaya dalam diri sendiri dan orang lain.
• Keterbukaan (open-mindedness).
• Objektivitas : Mengacu pada keampuan untuk melibatkan diri dengan klien disatu pihak, tetapi juga pada saat yang bersamaan berdiri di kejauhan dan melihat dengan akurat apa yang terjadi dengan kliennya dan hubungannya.
• Kompetensi : Tuntuan seorang konselor mempunyai pengetahuan, informasi dan keterampilan untuk membantu.
• Dapat dipercaya (trustworthiness) : Termasuk didalamnya adalah kualitas-kualitas konselor seperti reliabilitas, tanggung jawab, standar etik, prediktabilitas.
• Interpersonal attractiveness.
Dengan mempunyai karateristik diatas, niscaya seorang konselor akan dapat menjadi efektif dalam memberikan bimbingan atau solusi pada klien.
Cavanagh (1982) mengemukakan bahwa kualitas pribadi konselor ditandai dengan beberapa karakteristik sebagai berikut :
1. Pengetahuan Mengenai Diri Sendiri (Self-knowledge)
Disini berarti bahwa konselor memahami dirinya dengan baik, dia memahami secara nyata apa yang dia lakukan, mengapa dia melakukan itu, dan masalah apa yang harus dia selesaikan. Pemahaman ini sangat penting bagi konselor, karena beberapa alasan sebagai berikut.
a) Konselor yang memilki persepsi yang akurat akan dirinya maka dia juga akan memilki persepsi yang kuat terhadap orang lain.
b) Konselor yang terampil memahami dirinya maka ia juga akan memahami orang lain.

2. Kompetensi (Competence)
Kompetensi dalam karakteristik ini memiliki makna sebagai kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral yang harus dimiliki konselor untuk membantu klien. kompetensi sangatlah penting, sebab klien yang dikonseling akan belajar dan mengembangkan kompetensi-kompetensi yang diperlukan untuk mencapai kehidupan yang efektif dan bahagia. Adapun kompetensi dasar yang seyogianya dimilki oleh seorang konselor, yang antara lain :
a. Penguasaan wawasan dan landasan pendidikan
b. Penguasaan konsep bimbingan dan konseling
c. Penguasaan kemampuan assesmen
d. Penguasaan kemampuan mengembangkan progaram bimbingan dan konseling
e. Penguasaan kemampuan melaksanakan berbagai strategi layanan bimbingan dan konseling
f. Penguasaan kemampuan mengembangkan proses kelompok
g. Penguasaan kesadaran etik profesional dan pengembangan profesi
h. Penguasaan pemahaman konteks budaya, agama dan setting kebutuhan khusus

3. Kesehatan Psikologis yang Baik
Seorang konselor dituntut untuk dapat menjadi model dari suatu kondisi kesehatan psikologis yang baik bagi kliennya, yang mana hal ini memiliki pengertian akan ketentuan dari konselor dimana konselor harus lebih sehat kondisi psikisnya daripada klien. Kesehatan psikolpgis konselor yang baik sangat penting dan berguna bagi hubungan konseling. Karena apabila konselor kurang sahat psikisnya, maka ia akan teracuni oleh kebutuhan-kebutuhan sendiri, persepsi yang subjektif, nilai-nilai keliru, dan kebingungan.

4. Dapat Dipercaya (trustworthness)
Konselor yang dipercaya dalam menjalankan tugasnya memiliki kecenderungan memilki kualitas sikap dan prilaku sebagai berikut :
a) Memilki pribadi yang konsisten
b) Dapat dipercaya oleh orang lain, baik ucapannya maupun perbuatannya.
c) Tidak pernah membuat orang lain kesal atau kecewa.
d) Bertanggung jawab, mampu merespon orang lain secara utuh, tidak ingkar janji dan mau membantu secara penuh.
5. Kejujuran (honest)
Yang dimaksud dengan Kejujuran disini memiliki pengertian bahwa seorang konselor itu diharuskan memiliki sifat yang terbuka, otentik, dan sejati dalam pembarian layanannya kepada konseli. Jujur disini dalam pengertian memiliki kongruensi atau kesesuaian dalam kualitas diri actual (real-self) dengan penilain orang lain terhadap dirinya (public self). Sikap jujur ini penting dikarnakan :
1. Sikap keterbukaan konselor dan klien memungkinkan hubungan psikologis yang dekat satu sama lain dalam kegiatan konseling.
2. Kejujuaran memungkinkan konselor dapat memberikan umpan balik secara objektif terhadap klien.
6. Kekuatan atau Daya (strength)
Kekuatan atau kemampuan konselor sangat penting dalam konseling, sebab dengan hal itu klien merasa aman. Klien memandang seorang konselor sebagi orang yang, tabaha dalam menghadapi masalah, dapat mendorong klien dalam mengatasi masalahnya, dan dapat menanggulangi kebutuhan dan masalah pribadi.

Konselor yang memilki kekuatan venderung menampilkan kualitas sikap dan prilaku berikut.
1. Dapat membuat batas waktu yang pantas dalam konseling
2. Bersifat fleksibel
3. Memilki identitas diri yang jelas
7. Kehangatan (Warmth)
Yang dimaksud dengan bersikap hangat itu adalah ramah, penuh perhatian, dan memberikan kasih sayang. Klien yang datang meminta bantuan konselor, pada umumnya yang kurang memilki kehangatan dalam hidupnya, sehingga ia kehilangan kemampuan untuk bersikap ramah, memberikanperhatian, dan kasih sayang. Melalui konseling klien ingin mendapatkan rasa hangat tersebut dan melakukan Sharing dengan konseling. Bila hal itu diperoleh maka klien dapat mengalami perasaan yang nyaman.
8. Pendengar yang Aktif (Active responsiveness)
Konselor secara dinamis telibat dengan seluruh proses konseling. Konselor yang memiliki kualitas ini akan: (a) mampu berhubungan dengan orang-orang yang bukan dari kalangannya sendiri saja, dan mampu berbagi ide-ide, perasaan, (b) membantu klien dalam konseling dengan cara-cara yang bersifat membantu, (c) memperlakukan klien dengan cara-cara yang dapat menimbulkan respon yang bermakna, (d) berkeinginan untuk berbagi tanggung jawab secara seimbang dengan klien dalam konseling.
9. Kesabaran
Melaui kesabaran konselor dalam proses konseling dapat membantu klien untuk mengembangkan dirinya secara alami. Sikap sabar konselor menunjukan lebih memperhatikan diri klien daripada hasilnya. Konselor yang sabar cenderung menampilkan sikap dan prilaku yang tidak tergesa-gesa.

10.Kepekaan (Sensitivity)
Kepekaan mempunyai makna bahwa konselor sadar akan kehalusan dinamika yang timbul dalam diri klien dan konselor sendiri. Kepekaan diri konselor sangat penting dalam konseling karena hal ini akan memberikan rasa aman bagi klien dan klien akan lebih percaya diri apabila berkonsultasi dengan konselor yang memiliki kepekaan.
11. Kesadaran Holistik
Pendekatan holistik dalam bidang konseling berarti bahwa konselor memahami secara utuh dan tidak mendekatinya secara serpihan. Namun begitu bukan berarti bahwa konselor seorang yang ahli dalam berbagai hal, disini menunjukan bahwa konselor perlu memahami adanya berbagai dimensi yang menimbulkan masalah klien, dan memahami bagaimana dimensi yang satu memberi pengaruh terhadap dimensi yang lainnya. Dimensi-dimensi itu meliputi aspek, fisik, intelektual, emosi, sosial, seksual, dan moral-spiritual.
Konselor yang memiliki kesdaran holistik cenderung menampilkan karakteristik sebagai berikut.
• Menyadari secara akurat tentang dimensi-dimensi kepribadian yang kompleks.
• Menemukan cara memberikan konsultasi yang tepat dan mempertimbangkan perlunya referal.
• Akrab dan terbuka terhadap berbagai teori.

Analisis
Apabila hal-hal akan karakteristik konselor ini di refleksikan terhadap diri sendiri sebagai calon konselor, yang mana tentunya mau tidak mau diharuskan memenuhi berbagai macam karakteristik tersebut. Maka di dapat beberapa refleksi diri terhadap karakteristik konselor tersebut yang antara lain:
– Pengetahuan akan diri sendiri, dalam hal ini saya kurang labih memiliki pengetahuan diri sendiri sebesar 60 persen, akan tetapi saya bingung antara pengetahuan akan diri dengan keinginan diri.
– Kompetensi, disini saya diperkirakan telah memiliki kompetensi yang saya yakini sebesar 30 persen dari keseluruhan potensi yang ada.
– Kesehatan psikologis yang baik, sebsesar 70 persen saya yakin bahwa memiliki kesehatan psikologis yang baik.
– Dapat dipercaya, meduduki persentase sebesar 87 persen,
– Kejujuran, dapat dikatakan kejujuran ini 85,1 persen,
– Sedangkan apa bila dilihat dari segi pendengar aktif, kesabaran serta kepekaan terhadap situasi konseling memiliki keyakinan sebesar 50 persen.
Kesimpulan
Meskipun terdapat berbagai karakteristik yang harus dipenuhi untuk mencapainya proses konseling yang baik, disarankan seorang calon konselor untuk dapat selalu membenahi dan memperbaiki dirinya kearah yang labih baik dan lebih mendekatkan diri pada yang maha kuasa serta memperkuat ilmu agama agar konseling yang dilaksanakan lebih berjalan dengan baik serta sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada dalam agama. Selain itu, karakteristik konselor dapat mendorong timbulnya public trust terhadap diri seorang konselor.

 PERSYARATAN KONSELOR
Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang dalam kegiatan utamanya scara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruktusional dan kurikuler, dan pembinaan siswa. Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang administrative dan pengajaran dengan mengabaikan bidang bimbingan hanya akan menghasilkan individu yang pintar dan terampil dalam aspek akademik namun kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek psikososiospiritual. Oleh sebab itu, adanya bimbingan dan konseling secara langsung antara seorang konselor dengan konseli atau klien sangat dibutuhkan.
Pentingnya bimbingan dalam pendidikan, menuntut seorang konselor memiliki syrat-syarat yang selayaknya ia miliki sebagai seorang pembimbing untuk kelancaranya dalam melaksanakan bimbingan konseling.
A. Syarat-Syarat Pembimbing (Konselor) di Sekolah
Arifin dan Eti Kartikawati (1994/1995) menyatakan bahwa: petugas bimbingan dan konseling di sekolah dipilih berdasarkan kualifikasi
(1) kepribadian,
(2) pendidikan,
(3) pengalaman kerja,
(4) kemampuan.
Berdasarkan kualifikasi tersebut,untuk memilih dan mengangkat seorang petugas bimbingan (konselor) di sekolah harus memenuhi syarat-syarat yang berkaitan dengan kepribadiannya,pendidikannya, pengalamannya, dan kemampuannya.
1. Kepribadian Petugas Bimbingan
Syarat petugas bimbingan di sekolah diantaranya adalah sifat kepribadian konselor. Seorang konselor harus memiliki kepribadian yang baik. Kepribadian konselor sangat berperan dalam usaha membantu siswa untuk tumbuh. Banyak penelitian telah dilakukan oleh sejumlah ahli tentang ciri-ciri khusus yang dibutuhkan oleh seorang konselor. Polmantier (1966) telah mengadakan survei dan studi mengenai sifat-sifat kepribadian konselor menyatakan:
a. Konselor adalah pribadi yang intelegen, memiliki kemampuan berpikir verbal dan kuantitatif, bernalar dan mampu memecahkan masalah secara logis dan persetif.
b. Konselor menunjukkan minat kerja sama dengan orang lain, di samping seorang ilmuwan yang dapat memberikan pertimbangan dan menggunakan ilmu pengetahuan mengenai tingkah laku individual dan social
c. Konselor menampilkan kepribadian yang dapat menerima dirinya dan tidak akan menggunakan kliennya untuk kepuasan kebutuhan pribadinya melebihi batas yang ditentukan oleh kode etik profesionalnya.
d. Konselor memiliki nilai-nilai yang diakui kebenarannya sebab nilai-nilai ini akan mempengaruhi perilakunya dalam situasi konseling dan tingkah lakunya secara umum.
e. Konselor menunjukkan sifat yang penuh toleransi terhadap masalah-masalah yang mendua dan ia memiliki kemampuan untuk menghadapi hal-hal yang kurang menentu tersebut tanpa terganggu profesinya dan aspek kehidupan pribadinya.
f. Konselor cukup luwes untuk memahami dan memperlakukan secara psikologis tanpa tekanan-tekanan sosial untuk memaksa klien menyesuaikan dirinya
Jones menyebutkan 7 sifat yang harus dimiliki oleh seorang konselor:
a. Tingkah laku yang etis
b. Kemampuan intelektual
c. Keluwesan (flexibility)
d. Sikap penerimaan (acceptance)
e. Pemahaman (understanding)
f. Peka terhadap rahasia pribadi
g. Komunikasi
Situasi konseling menuntut reaksi yang adekuat dari pihak konselor, yaitu konselor harus dapat bereaksi sesuai dengan perasaan dan pengalaman konseli. Bentuk reaksi ini sangat diperlukan oleh konseli karena dapat membantu konseli melihat perasaanya sendiri.
2. Pendidikan
Seorang guru pembimbing atau konselor profesional selayaknya memiliki pendidikan profesi, yaitu jurusan bimbingan konseling Strata Satu (S1), S2 maupun S3. Atau sekurang-kurannya pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan tentang bimbingan dan konseling.
Seorang guru pembimbing atau konselor nonprofessional yakni alumni fakultas keguruan atau tarbiyah dapat diangkat menjadi seorang konselor profesional, tetapi harus mengikuti terlebih dahulu pendidikan tambahan (pendididkan profesi) dalam bidang bimbingan dan konseling.
Syarat pendidikan berkenaan dengan keilmuan yang dimiliki oleh guru pembimbing atau konselor. Konselor tidak saja harus memiliki ilmu bimbingan dan konseling, tetapi juga harus memiliki pengetahuan psikologi, bimbingan, dan konseling keterampilan komunikasi sosial dan konseling.
3. Pengalaman
Seorang konselor harus memiliki pengalaman kerja minimal 3 tahun mengajar, banyak membimbing berbagai kegiatan ekstrakulikuler dan banyak pengalaman dalam organisasi. Corak pengalaman yang dimiliki seorang konselor akan membantunya mendiagnosis dan mencari alternative solusi terhadap klien.
4. Kemampuan
Seorang pembimbing harus memiliki kemampuan (kompetensi). M.D. Dahlan (1987) menyatakan bahwa konselor dituntut untuk memiliki berbagai keterampilan melaksanakan konseling. Guru pembimbing atau konselor harus mampu mengetahui dan memahami secara mendalam sifat-sifat seseorang, daya kekuatan pada diri seseorang, merasakan kekuatan jiwa apakah yang mendorong seseorang berbuat dan mendiagnosis berbagai persoalan siswa, selanjutnya mengembangkan potensi individu secara positif.

B. Ciri-ciri Kepribadian Konselor
Carlekhuff menyebutkan sembilan sifat kepribadian dalam diri konselor yang dapat menumbuhkan orang lain, yaitu :
1. Empati
Empati adalah kemampuan sesorang untuk merasakan secara tepat apa yang dirasakan dan dialami oleh orang lain dan mengkomunikasikan persepsinya. Orang yang memiliki tingkat empati tinggi akan menampakkan sifat bantuannya yang nyata dan berarti dalam hubungannya dengan orang lain, sementara mereka yang rendah tingkat empatinya menunjukkan sifat yang sevara nyata dan berarti merusak hubungan antarpribadi.
2. Respek
Respek menunjukkan secara tak langsung bahwa konselor menghargai martabat dan nilai konseli sebagai manusia. Hal ini mengandung arti juga bahwa konselor menerima kenyataan; setiap konseli mempunyai hak untuk memilih sendiri, memiliki kebebasan, kemauan, dan mampu membuat keputusannya sendiri.
3. Keaslian (Genuiness)
Keaslian merupakan kemampuan konselor manyatakan dirinya secara bebas dan mendalam tanpa pura-pura, tidak bermain peran, dan tidak mempertahankan diri. Konselor yang demikian selalu tampak keaslian pribadinya, sehingga tidak ada pertentangan antara apa yang ia katakan dan apa yang ia lakukan. Tingkah lakunya sederhana, lugu dan wajar.
4. Kekonkretan (Concreteness)
Kekonkretan menyatakan ekspresi yang khusus mengenai parasaan dan pengalaman orang lain. Seorang konselor yang memilki kekonkretan tinggi selalu memelihara hubungan yang khusus dan selalu mencari jawaban mengenai apa, mengapa, kapan, dimana, dan bagaimana dari sesuatu yang ia hadapi. Gagasan pikiran dan pengalamannya diselidiki secara mendalam. Konselor yang memilki kekonkretan selalu memelihara keserasian dalam hubungan dengan orang lain dan mencegah konseli melarikan diri dari masalah yang dihadapinya.
5. Konfrontasi (Confrontation)
Konfrontasi terjadi jika terdapat kesenjangan antara apa yang dikatakan konseli dengan apa yang ia alami, atau antara yang ia katakan pada suatu saat dengan apa yang ia katakan sebelum itu. Variabel ini tidak dikontrol sepenuhnya oleh konselor, tetapi hal ini dapat dilaksanakan jika konselor merasakan cocok untuk dikonfrontasikan. Dalam situasi konseling umpanya terdapat banyak macam kemungkinan untuk dikonfrontasi.
6. Membuka Diri
Membuka diri adalah penampilan perasaan, sikap, pendapat, dan pengalaman-pengalaman pribadi konselor untuk kebaikan konseli. Konselor mengungkapkan diri sendiri dan membagikan dirinya kepada konseli dengan mengungkapkan beberapa pengalaman yang berarti yang bersangkutan dengan masalah konseli.
7. Kesanggupan (Potency)
Kesanggupan dinyatakan sebagai kharisma, sebagai suatu kekuatan yang dinamis dan magnetis dari kualitas pribadi konselor. Konselor yang memiliki sifat potensi ini selalu menampakkan kekuatannya dalam penampilan pribadinya. Ia dengan jelas tampak menguasai dirinya dan ia mampu menyalurkan kompetensinyan dan rasa aman kepada konseli.
8. Kesiapan (Immediacy)
Kesiapan adalah sesuatu yang berhubungan dengan perasaan diantara konseli dengan konselor pada waktu kini dan disini. Tingkat kesiapan yang tinggi terdapat pada diskusi dan analisis yang terbuka mengenai hunungan antarpribadi yang terjadi antara konselor dengan konseli dalam situasi konseling. Hal ini sangat penting karena variabel ini menyediakan kesempatan untuk menggarap berbagai masalah kesukaran konseli dalam proses hubungabn, sehingga konseli dapat mengambil manfaat atau keuntungan melalui pengalaman ini. Konseli dapat belajar mengatur kembali hubungan antarpribadinya dan menemukan dirinya bahwa situasi konseling memungkinkan ia mengadakan konfrontasi, menunjukkan dirinya sendiri, dan mengekspresikan perasaannya, baik yang positif maupun negatif kepada orang lain dengan cukup aman. Dalam hal ini konselor meraasa terbuka dan dapat mendorong konseli untuk berani menghadapi dirinya dan menunjukkan dirinya secara bebas. Inilah yang menyebabkan konselor cepat merasa puas.
9. Aktualisasi Diri (Self-Actualization)
Dalam penelitian telah terbukti bahwa aktualisasi diri memiliki korelasi yang tinggi terhadap keberhasilan konseling. Aktualisasi diri dapat dipakai oleh konseli sebagai model terutama bagi konseli yang meminta bantuan kepadanya. Aktualisasi diri secara tak langsung menunjukkan bahwa orang dapat hidup dan memenuhi kebutuhan hidupnya secara langsaung karena ia mempunyai kekuatan dalam dirinya untuk mencapai tujuan hidupnya. Mereka dapat mengungkapkan dirinya secara bebas dan terbuka. Mereka tidak mengadili orang lain. Konselor yang mampu mengaktualisasikan dirinya memiliki kemampuan mengadakan hubungan sosial yang hangat, intim, dan secara umum mereka sangat efektif dalam hidupnya.
Bailey, seperti dikutip oleh Attia M. Hana, menyebutkan beberapa ciri yang harus dimiliki oleh pembimbing/ konselor, diantaranya :
1.Memiliki sifat penting pendidik pada umumya, yaitu ikhlas, adil, pengetahuan sosial, sehat jasmani dean rohani, dll.
2.Pengenalan terhadap pemuda dengan pengertian yang disertai oleh kasih sayang.
3. Kestabilan emosi.
4.Kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang dan menarik perhatiannya.
5.Luas pengetahuan, bakat, dan pengenalan yang sehat dan penilaian yang tepat/ kuat.
Sementara Cose, seperti dikutip oleh Attia M. Hana, menyatakan ciri-ciri konselor yaitu adil, ikhlas, kepribadian, kelakuan baik, filsafat yang betul, pengenalan yang betul, sehat jasmani, emosi stabil, kemampuan membuat persahabatan, kemampuan menyertai orang lain, memahami orang lain dengan kasih sayang, memperhatikan orang lain, memahami perbedaan pendapat, lincah dan serasi, cerdas, sadar mental pengetahuan sosial, luas pengetahuan, bakat, kepemimpinan, merasakan segi-segi kelemahan, sikap positif terhadap tugas, peka terhadap pelaksanaan misi, condong kepada pekerjaan jenis itu, mengerti suasana pengajaran, dan memahami keadaan sosial-ekonomi.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang konselor mempunyai ciri yang dapat dibagi menjadi ciri kepribadian dan ciri sikap, yaitu :
1. Ciri kepribadian :
– Kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain.
– Ramah, bersemangat, dan percaya akan kemampuan untuk bertambah baik.
-Kemampuan untuk menanamkan kepercayaan pada orang lain dan membuat hubungan cepat.
– Penyesuaian dan kematangan jiwa.
– Mampu bertahan objektif dalam hubungan kemanusiaan.
– Penilaian dan pengukuran yang betul.
– Bersedia bekerja lebih daripada kewajiban.
– Mengerti berbagai persoalan dan ingin mengatasinya.
– Berkeinginan betul untuk meningkat dalam pekerjaan.
2. Ciri sikap :
– Kecondongan yang sungguh untuk mengatasi kesukaran penyesuaian remaja.
– Kemampuan untuk mencapai kelegaan karena menolong orang dalam mengatasi kesukarannya.
– Penghormatan yang betul kepada orang dan bebas dari memihak/ kefanatikan.
– Mengakui adanya perbedaan individual dan menerimanya, ingin memahami laku orang dan tidak menilainya.
– Kemampuan untuk memahami diri dan menerimanya sehingga bebas dari keinginan untuk menimpakan perasaan kepada orang lain atau mengidentifikasikan diri kepada kepribadian mereka.
– Mengakui segi-segi kelemahan pada pengetahuan/ metode yang digunakan atau keadaan pekerjaan dan menerima kelemahan tersebut.
– Menerima klien untuk mendapatkan haknya untuk membuat keputusan bagi dirinya.
– Memperhatiakn masyarakat tempat ia hidup dengan segala aturan soaial ekonominya serta kesukarannya.
– Sikap objektif yang matang terhadap siswa dan guru, serta orangtua dan anggota masyarakat tempat ia hidup.
C. Hubungan Konselor dan Klien
1. Hubungan konselor dengan Klien
a. Konselor wajib menghormati harkat, martabat, integritas dan keyakinan klien
b.Konselor wajib menempatkan kepentingan kliennya diatas kepentingan pribadinya
c.Konselor tidak diperkenankan melakukan diskriminasi atas dasar suku, bangsa, warna kulit, agama, atau status sosial tertentu
d.Konselor tidak akan memaksa seseorang untuk memberi bantuan pada seseorang tanpa izin dari orang yang bersangkutan
e. Konselor wajib memeberi pelayanan kepada siapapun terlebih dalam keadaan darurat atau banyak orang menghendakinya
f. Konselor wajib memberikan pelayan hingga tuntas sepanjang dikehendaki klien
g. Konselor wajib menjelaskan kepada klien sifat hubungan yang sedang dibina dan batas-batas tanggung jawab masing-masing dalam hubungan professional
h. Konselor wajib mengutamakan perhatian terhadap klien
i. Konselor tidak dapat memberikan bantuan profesional kepada sanak saudara, teman-teman karibnya sepanjang hubunganya professional
2. Hubungan dalam Pemberian Pelayanan
a. Konselor wajib menangani klien selama ada kesempatan dalam hubungan antara klien dengan konselor
b. Klien sepenuhnya berhak mengakhiri hubungan dengan konselor, meskipun proses konseling belum mencapai hasil konkrit
c. Sebaliknya Konselor tidak akan melanjutkan hubungan bila klien tidak memperoleh manfaat dari hubungan tersebut.
3. Konsultasi Dan Hubungan Dengan Rekan Sejawat
a. Konsultasi dengan Rekan Sejawat
Jikalau Konselor merasa ragu dalam pemberian pelayanan konseling, maka Ia wajib berkonsultasi dengan rekan sejawat selingkungan profesi dengan seijin kliennya.
b. Alih Tangan kasus
1. Konselor wajib mengakhiri hubungan konseling dengan klien bila dia menyadari tidak dapat memberikan bantuan pada klien
2. Bila pengiriman ke ahli disetujui klien, maka menjadi tanggung jawab konselor menyarankan kepada klien dengan bantuan konselor untuk berkonsultasi kepada orang atau badan yang punya keahlian yg relevan.
3. Bila Konselor berpendapat bahwa klien perlu dikirm ke ahli lain, namun klien menolak pergi melakukannya, maka konselor mempertimbangkan apa baik dan buruknya.
Jadi, tugas bimbingan dan konseling di sekolah dipilih berdasarkan kualifikasi (1) kepribadian, (2) pendidikan, (3) pengalaman kerja, dan (4) kemampuan.
Beberapa ciri yang harus dimiliki oleh pembimbing/ konselor, diantaranya :
1. Memiliki sifat penting pendidik pada umumya, yaitu ikhlas, adil, pengetahuan sosial, sehat jasmani dean rohani, dll.
2. Pengenalan terhadap pemuda dengan pengertian yang disertai oleh kasih sayang.
3. Kestabilan emosi.
4. Kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang dan menarik perhatiannya.
5. Luas pengetahuan, bakat, dan pengenalan yang sehat dan penilaian yang tepat/ kuat.

 Pengertian Kode Etik BK

Etika Berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos. Yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat.
Etika Profesi Bimbingan dan Konseling adalah kaidah-kaidah perilaku yang menjadi rujukan bagi konselor dalam melaksanakan tugas atau tanggung jawabnya memberikan layanan bimbingan dan konseli
Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap anggota profesi Bimbingan dan Konseling Indonesiang kepada konseli.

1. Dasar Kode Etik Konselor

Pancasila, mengingat profesi bimbingan dan konseling merupakan usaha pelayanan terhadap sesama manusia dalam rangka ikut membina warga negara Indonesia yang bertanggung jawab.
Tuntutan profesi, yang mengacu pada kebutuhan dan kebahagiaan klien sesuai denagn norma-norma yang berlaku.

UU yg mengatur Kode Etik Konselor :

1. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (pasal 28 ayat 1, 2 dan 3 tentang standar pendidik dan tenaga kependidikan)
4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru

Tujuan Kode Etik

1. Mendukung misi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia.
2. Melindungi konselor yang menjadi anggota asosiasi dan konseli sebagai penerima layanan.
3. Kode etik merupakan prinsip-prinsip yang memberikan panduan perilaku yang etis bagi konselor dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling.
4. Kode etik membantu konselor dalam membangun kegiatan layanan yang profesional.
5. Kode etik menjadi landasan dalam menghadapi dan menyelesaikan keluhan serta permasalahan yang datang dari anggota asosiasi.

Keharusan dalam Kode Etik Konselor

1. Konselor harus memiliki kualifikasi sebagai seorang konselor yaitu (Bab II Klasifikasi dan Kegiatan Profesional Konselor):
a. Memiliki nilai, sikap, ketrampilan, pengetahuan dan wawasan dalam bidang profesi bimbingan dan konseling (S1 BK).
b. Memperoleh pengakuan atas kemampuan dan kewenangan sebagai konselor (PPK).
2. Konselor harus mempunyai standar kompetensi sebagai seorang konselor yang meliputi kompetensi pedagogis, pribadi, sosial dan sosial.
3. Pelaksanaan kegiatan layanan
4. Pelaksanaan kegiatan layanan diatur dalam (Bab II Klasifikasi dan Kegiatan Profesional Konselor)

Harapan dalam Kode Etik Konselor
Yang diharapkan dari konselor yang diatur dalam kode etik adalah pemberian layanan dilakukan secara profesional dan efektif. Yang diahrapkan merupakan pemberian pelayanan dengan efektif dan menggunakan segala teknik dan kompetensi yang dimiliki konselor dalam layanan konselingnya.
Dengan adanya kode etik tersebut diharapkan konselor melakukan pelayanan mempertimbangkan pemberian layanan tepat sesuai dengan kondisi konseli.

 Pelanggaran terhadap konseli
◦ Menyebarkan/membuka rahasia konseli kepada orang yang tidak terkait dengan kepentingan konseli
◦ Melakukan perbuatan asusila (pelecehan seksual, penistaan agama, rasialis).
◦ Melakukan tindak kekerasan (fisik dan psikologis) terhadap konseli.
◦ Kesalahan dalam melakukan pratik profesional (prosedur, teknik, evaluasi, dan tindak lanjut).

 Pelanggaran terhadap organisasi profesi
◦ Tidak mengikuti kebijakan dan aturan yang telah ditetapkan oleh organisasi profesi.
◦ Mencemarkan nama baik profesi (menggunakan organisasi profesi untuk kepentingan pribadi dan atau kelompok).
 Terhadap Rekan Sejawat dan Profesi Lain Yang Terkait
◦ Melakukan tindakan yang menimbulkan konflik (penghinaan, menolak untuk bekerja sama, sikap arogan)
◦ Melakukan referal kepada pihak yang tidak memiliki keahlian sesuai dengan masalah konseli.
 Sangsi pelanggaran
Konselor wajib mematuhi kode etik profesi Bimbingan dan Konseling. Apabila terjadi pelanggaran terhadap kode etik Profesi Bimbingan dan Konseling maka kepadanya diberikan sangsi sebagai berikut:
1. Memberikan teguran secara lisan dan tertulis
2. Memberikan peringatan keras secara tertulis
3. Pencabutan keanggotan ABKIN
4. Pencabutan lisensi
5. Apabila terkait dengan permasalahan hukum/ kriminal maka akan diserahkan pada pihak yang berwenang.
 Mekanisme penerapan sangsi
Apabila terjadi pelanggaran seperti tercantum diatas maka mekanisme penerapan sangsi yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Mendapatkan pengaduan dan informasi dari konseli dan atau masyarakat
2. Pengaduan disampaikan kepada dewan kode etik di tingkat daerah
3. Apabila pelanggaran yang dilakukan masih relatif ringan maka penyelesaiannya dilakukan oleh dewan kode etik di tingkat daerah.
4. Pemanggilan konselor yang bersangkutan untuk verifikasi data yang disampaikan oleh konseli dan atau masyarakat.
5. Apabila berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan oleh dewan kode etik daerah terbukti kebenarannya maka diterapkan sangsi sesuai dengan masalahnya.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber: H. Moh. Surya. Guru Profesional: Untuk Pendidikan Bermutu. Geografi.upi.edu. Desember 2007.
Prayitno dan Amti, Erman. (2004) Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. (2007) Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Depdiknas.
Surya, Mohamad. (2003). Psikologi Konseling. Bandung: C.V. Pustaka Bani Quraisy
Syamsu, Yusuf, Juntika. 2005. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rosda
Juntika, Ahmad. 2005. Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Refika Aditama

Lahirnya Pola 17 Plus Bimbingan dan Konseling

Lahirnya Pola 17 Plus Bimbingan dan Konseling
Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan berdampak pada buruknya citra bimbingan dan konseling, sehingga melahirkan miskonsepsi terhadap pelaksanaan BK, munculnya persepsi negatif terhadap pelaksanaan BK, berbagai kritikan muncul sebagai wujud kekecewaan atas kinerja Guru Pembimbing sehingga terjadi kesalahpahaman, persepsi negatif dan miskonsepsi berlarut. Masalah menggejala diantaranya: konselor sekolah dianggap polisi sekolah, BK dianggap semata-mata sebagai pemberian nasehat, BK dibatasi pada menangani masalah yang insidental, BK dibatasi untuk klien-klien tertentu saja, BK melayani ”orang sakit” dan atau ”kurang normal”, BK bekerja sendiri, konselor sekolah harus aktif sementara pihak lain pasif, adanya anggapan bahwa pekerjaan BK dapat dilakukan oleh siapa saja, pelayanan BK berpusat pada keluhan pertama saja, menganggap hasil pekerjaan BK harus segera dilihat, menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien, memusatkan usaha BK pada penggunaan instrumentasi BK (tes, inventori, kuesioner dan lain-lain) dan BK dibatasi untuk menangani masalah-masalah yang ringan saja.
Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan disebabkan diantaranya oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Belum adanya hukum
Sejak Konferensi di Malang tahun 1960 sampai dengan munculnya Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP Bandung dan IKIP Malang tahun 1964, fokus pemikiran adalah mendesain pendidikan untuk mencetak tenaga-tenaga BP di sekolah. Tahun 1975 Konvensi Nasional Bimbingan I di Malang berhasil menelurkan keputusan penting diantaranya terbentuknya Organisasi bimbingan dengan nama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI). Melalui IPBI inilah kelak yang akan berjuang untuk memperolah Payung hukum pelaksanaan Bimbingan dann Penyuluhan di sekolah menjadi jelas arah kegiatannya.
2. Semangat luar biasa untuk melaksanakan
BP di sekolahLahirnya SK Menpan No. 026/Menpan/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Merupakan angin segar pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah. Semangat yang luar biasa untuk melaksanakan ini karena di sana dikatakan “Tugas guru adalah mengajar dan/atau membimbing.” Penafsiran pelaksanaan ini di sekolah dan didukung tenaga atau guru pembimbing yang berasal dari lulusan Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan atau Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (sejak tahun 1984/1985) masih kurang, menjadikan pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas. Lebih-lebih lagi dilaksanakan oleh guru-guru yang ditugasi sekolah berasal dari guru yang senior atau mau pensiun, guru yang kekurangan jam mata pelajaran untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Pengakuan legal dengan SK Menpan tersebut menjadi jauh arahnya terutama untuk pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah.
3. Belum ada aturan main yang jelas
Apa, mengapa, untuk apa, bagaimana, kepada siapa, oleh siapa, kapan dan di mana pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan dilaksanakan juga belum jelas. Oleh siapa bimbingan dan penyuluhan dilaksanakan, di sekolah banyak terjadi diberikan kepada guru-guru senior, guru-guru yang mau pensiun, guru mata pelajaran yang kurang jam mengajarnya untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Guru-guru ini jelas sebagian besar tidak menguasai dan memang tidak dipersiapkan untuk menjadi Guru Pembimbing. Kesan yang tertangkap di masyarakat terutama orang tua murid Bimbingan Penyuluhan tugasnya menyelesaikan anak yang bermasalah. Sehingga ketika orang tua dipanggil ke sekolah apalagi yang memanggil Guru Pembimbing, orang tua menjadi malu, dan dari rumah sudah berpikir ada apa dengan anaknya, bermasalah atau mempunyai masalah apakah. Dari segi pengawasan, juga belum jelas arah dan pelaksanaan pengawasannya. Selain itu dengan pola yang tidak jelas tersebut mengakibatkan:
• Guru BP (sekarang Konselor Sekolah) belum mampu mengoptimalisasikan tugas dan fungsinya dalam memberikan pelayanan terhadap siswa yang menjadi tanggungjawabnya. Yang terjadi malah guru pembimbing ditugasi mengajarkan salah satu mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia, Kesenian, dsb.nya.
• Guru Pembimbing merangkap pustakawan, pengumpul dan pengolah nilai siswa dalam kelaskelas tertentu serta berfungsi sebagai guru piket dan guru pengganti bagi guru mata pelajaran yang berhalangan hadir.
• Guru Pembimbing ditugasi sebagai “polisi sekolah” yang mengurusi dan menghakimi para siswa yang tidak mematuhi peraturan sekolah seperti terlambat masuk, tidak memakai pakaian seragam atau baju yang dikeluarkan dari celana atau rok.
• Kepala Sekolah tidak mampu melakukan pengawasan, karena tidak memahami program pelayanan serta belum mampu memfasilitasi kegiatan layanan bimbingan di sekolahnya.
• Terjadi persepsi dan pandangan yang keliru dari personil sekolah terhadap tugas dan fungsi guru pembimbing, sehingga tidak terjalin kerja sama sebagaimana yang diharapkan dalam organisasi bimbingan dan konseling.Kondisi-kondisi seperti di atas, nyaris terjadi pada setiap sekolah di Indonesia.
Lahirnya Pola 17 Plus
Program layanan bimbingan Konseling tidak dapat berjalan dengan efektif apabila tidak didukung dengan profesionalismenya guru BK tersebut dalam melayani siswanya dengan terprogram secara efektif apabila kurang atau tidak didukung faktor lain, misalnya faktor pengalaman bekerja.
Layanan konseling yang diberikan kepada peserta didik untuk belajar dengan efektif. Efektivitas konseling dapat tercapai bila seorang konselor atau guru pembimbing melaksanakan pola 17, antara lain:
1. bidang bimbingan pribadi,
2. bidang bimbingan sosial,
3. bidang bimbingan belajar,
4. bidang bimbingan karier.
Sedangkan tujuh layanan bimbingan dan konseling meliputi :
1. layanan orientasi,
2. layanan informasi,
3. layanan penempatan dan pengukuran,
4. layanan pembelajaran,
5. layanan konseling perorangan,
6. layanan bimbingan kelompok,
7. konseling kelompok.
Dan lima kegiatan pendukung layanan bimbingan dan konseling, meliputi:
1. aplikasi instrumentasi,
2. himpunan data dan studi kasus,
3. kunjungan rumah, dan
4. alih tangan kasus.
Jika pola 17 bimbingan konseling dapat dilaksanakan maksimal, terprogram, dan berkualitas, dapat menunjang hasil belajar siswa. Pelaksanaan bimbingan konseling pola 17 tersebut dapat maksimal apabila dalam kurikulum diberikan alokasi waktu minimal 1 jam pelajaran sehingga empat bidang bimbingan, delapan layanan, dan lima kegiatan pendukung dapat diberikan pada seluruh siswa dan bukan pada siswa yang bermasalah saja.

Definisi BK menurut para ahli

Definisi atau pengertian Bimbingan menurut para ahli
1. Menurut Prayitno & Erman Amti (1994:99) Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang-orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
2. Menurut Rochman Natawidjaja (1981) Bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga serta masyarakat. Dengan demikian dia dapat mengecap kebahagiaan hidupnya serta dapat memberikan sumbangan yang berarti (Winkel & Sri Hastuti 2007:29).
3. Menurut Bimo Walgito (1982 : 11) bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang di berikan kepada individu atau sekumpulan individu-individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu atau sekumpulan individu-individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.
4. Menurut Miller (1961) menyatakan bahwa bimbingan merupakan proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum kepada sekolah (dalam hal ini termasuk madarasah), keluarga, dan masyarakat.
5. Menurut Arthur J. Jones (1970) mengartikan bimbingan sebagai “The help given by one person to another in making choices and adjustment and in solving problems”. Pengertian bimbingan yang dikemukakan Arthur ini amat sederhana yaitu bahwa dalam proses bimbingan ada dua orang yakni pembimbing dan yang dibimbing, dimana pembimbing membantu si terbimbing sehingga si terbimbing mampu membuat pilihan-pilihan, menyesuaikan diri, dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya (Sofyan S. Willis 2009:11).
6. Menurut Moegiadi (1970) bimbingan berarti suatu proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu dalam hal: memahami diri sendiri; menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan; memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya sendiri dan tuntutan dari lingkungan (Winkel & Sri Hastuti 2007:29).
7. Menurut Andi Mappiare (1984) berpendapat bahwa bimbingan merupakan serangkaian kegiatan paling pokok bimbingan dalam membantu konseli/klien secara tatap muka, dengan tujuan agar klien dapat mengambil taanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus (Winkel & Sri Hastuti 2007:35).
8. Menurut Surya (1988) mengutip pendapat Crow & Crow (1960) menyatakan bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang memiliki pribadi baik dan pendidikan yang memadai, kepada seseorang (individu) dari setiap usia untuk menolongnya mengembangkan kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan arah pandangannya sendiri, membuat pilihan sendiri, dan memikul bebannya sendiri (M. Tohirin 2008:17).
Sedangkan Definisi Konseling Menurut Para Ahli sebagai berikut :
1. Menurut Berdnard & Fullmer ,1969, Konseling meliputi pemahaman dan hubungan individu untuk mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan,motivasi,dan potensi-potensi yang yang unik dari individu dan membantu individu yang bersangkutan untuk mengapresiasikan ketige hal tersebut.
2. Menurut Bimo Walgito (1982:11) menyatakan bahwa konseling adalah bantuan yang diberikan kepada individhu dalam memecahkan masalah kehidupanya dengan wawancara, dengan cara yang sesuai dengan keadaan individhu yang dihadapinya unuk mencapai hidupnya.) dan menyetir (to steer). Beberapa ahli menyatakan bahwa konseling merupakan inti atau jantung hati dari kegiatan bimbingan. Ada pula yang menyatakan bahwa konseling merupakan salah atu jenis layanan bimbingan.
3. Menurut James P. Adam yang dikutip oleh Depdikbud (1976; 19) Konseling adalah suatu pertalian timbal balik antara dua orang individu antara seorang (konselor) membantu yang lain (konseli) supaya dia dapat lebih baik memahami dirinya dalam hubunganya dengan masalah hidup yang dihadapinya pada waktu itu dan pada waktu yang akan datang.
4. Menurut Smith,dalam Shertzer & Stone,1974 , konseling merupakan suatu proses dimana konselor membantu konselor membuat interprestasi – interprestasi tetang fakta-fakta yang berhubungan dengn pilihan,rencana,atau penyesuaian-penyesuaian yang perlu dibuat.
5. Menurut Pepinsky 7 Pepinsky ,dalan Shertzer & Stone,1974, konseling merupakan interaksi yang(a)terjadi antara dua orang individu ,masing-masing disebut konselor dan klien ;(b)terjadi dalam suasana yang profesional (c)dilakukan dan dijaga sebagai alat untuk memudah kan perubahan-perubahan dalam tingkah laku klien.
6. Jadi disini saya simpulkan bahwa pengertian bimbingan dan konseling yaitu suatu bantuan yang diberikan oleh konselor kepada konseli agar konseli mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya dan juga mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya se_optimal mungkin secara mandiri.